Oleh : Herlianto A
Pemikiran Plato
Epistemologi
Menurut
Plato, cara paling baik memperoleh pengetahuan adalah dengan berdialog. Itulah
sebabnya Plato menulis karangannya dengan format tanya-jawab. Melalui dialog
dapat menjelaskan pengertian eidos
(alam ide) dengan lebih benar dan bijaksana. Prosesnya bisa melalui analitika
yaitu menguraikan, sintetika (memadukan), atau hipotetika (praduga). Maka
disitu sebenarnya proses dialektis. Noesis
atau akal satu-satu alat yang dapat mengenali eidos.
Plato dalam, Meno, menyatakan bahwa alam ide yang
dicapai rasio tidak di bangun dalam kerangka pikir melainkan hanya diterawang
dari ingatan manusia yang disebut anamnesis
atau recollection. Ibaratnya setelah
kita membaca tetapi setelah itu tidak ingat lagi. Tetapi pada saat ada orang
yang mengulang bacaan itu, maka dengan seketika kita mengingatnya.
Sumber: bglconline.com |
Metafisika dan Teori Ide
Metafisika
Plato merupakan penyangkalan terhadap kenyataan material. Gagasan ini dikenal
dengan teori bentuk yaitu teori yang
menyatakan bahwa forma abstrak non-material-lah yang merupakan realitas
tertinggi dan paling mendasar. Dan bukan dunia material yang berubah-ubah yang
ditangkap lewat sensasi indra. Forma (nirfisik) bersifat a-spasial dan a-temporal
yaitu tidak terpengaruh oleh ruang dan waktu juga tidak berdimensi ruang dan
waktu. Melainkan menjadi alas dari ruang dan waktu. Dengan demikian menentukan
awal, keberlangsungan, dan akhir.
Forma
tidak bersemayam dalam akal atau pikiran sebagaima “ide” yang dipahami selama
ini. Ia bersifat ekstramental, immaterial,
abadi (eternal), tak berubah, dan tak bergantung pada dunia empiri. Misalnya
forma kecantikan tidak terdapat pada mahluk di bumi. Tidak terdapat pada Julia
Peres ataupun Dewi Persik. Tetapi ia berada pada dirinya sendiri. Teori forma
kemudian disebut alam ide. Gagasan Plato itu bertautan dengan beberapa filsuf
Yunani sebelumnya diantaranya yang cukup kental: Herakleitos (535 SM),
Parmenides (450 SM), dan Kaum Sophis (450 SM).
Herakleitos mengatakan segala
sesuatu di semesta ini adalah keberagaman dan perubahan (panta rei). Parminides menyangkal gagasan Herakleitos. Baginya
semesta ini adalah kesatuan utuh yang tak bergerak dan tunggal. Sementara Sophis
menentang adanya kebenaran hakiki, baginya tak ada kebenaran yang ada hanyalah
retorika dan seni berdebat. Pengetahuan akan kebenaran adalah kemustahilan,
keraguan, dan ketidak-tahuan ketentuan pasti manusia.
Dari
gagasan-gagasan itu Plato mencari jalan keluar dengan merumuskan eidos atau alam ide yang maha sempurna.
Alam adi dunia ini tunggal dan tak kurang satu apapun (Parmenidian). Sementara
dunia beragam yang kita singgahi ini adalah tiruan dari alam ide sendiri
(Hirakleitian). Untuk menjelaskan alam ide, Plato menganalogikan dengan
sekelompok orang yang sejak lahir hidup di dalam goa. Sehingga orang ini
menganggap bayangan yang ada dalam goa sebagai yang riil. Dia tidak bisa
menggapai “ada” yang ada di luar goa yang menjadi realitas sesungguhnya.
Bentuk Negara
Lahirnya
negara bukan karena manusia berkehendak melainkan karena manusia lemah dan
menunut hidup secara kolektif. Dalam Republik Plato mengulas, negara dapat
melakukan pembagian kerja, sehingga membutuhkan penggolongan masyarakat, yaitu
penguasa, militer (menjaga keamanan), dan kaum professional seperti petani,
nelayan, pejual bakso (menyiapkan kebutuhan). Negara mengalami siklus
konstitusional yang dimulai dari sistem:
Aristokrasi: negara dipimpin oleh
orang-orang pintar atau orang terbaik. Timokrasi: kekuasaan berdasarkan
kehormatan yang ditentukan oleh kekayaan. Oligarki:
kekuasaan oleh segelintir orang kaya. Tirani: dipimpin oleh otoriter. Negara
harus diatur oleh hukum yang disebut nomokrasi atau the rule of law.
Soal Jiwa
Manusia
dapat melakukan sesuatu menurut Plato karena digerakkan oleh jiwa secara
otomatis (autokineton). Dia membagi
jiwa menjadi tiga yaitu thumos, epithumia, dan logistikon. Thumos adalah
merujuk pada segala bentuk afektifitas, rasa, semangat, dan agresifitas atau
daya positif. Epitumia nafsu rendah
yang membawa manusia pada keburukan yang letaknya dari perut ke bawah. Logistikon merupakan rasio yang
mengontrol keduanya. Bagi Plato manusia bergerak untuk menuju pada kebenaran
yang ultimate. Proses ini disebut
dengan arête atau keutamaan[1].
Pemikiran Aristoteles
Logika
Aristoteles merumuskan dua organon (alat pengetahuan) yaitu
analitika yang disebut logika untuk
memeriksa argumentasi yang bertumpu pada keputusan-keputusan yang benar. Dan dialektika yang bertujuan menelusuri
argumentasi yang bertolak dari hipotesis.
Logika bertumpu pada tiga fondasi yaitu kategoria, identitas,
dan silogisme.
1.
Kategoria ada sepuluh 1) substansi:
Jokowidodo, 2) kualitas: presiden Indonesia, 3) kuantitas;
tingginya 170 cm, 4) relasi: kader PDIP, 5) tempat spasial: di
Monas, 6) waktu: pagi hari, 7) sikap: berpidato, 8) keadaan:
menggunakan baju kotak-kotak, 9) fungsi/kerja: memimpin Indonesia, 10) pelengkap/objek/pasif:
dipuji banyak orang.
2.
Identitas adalah menyangkut prinsip non
kontradiksi. Yaitu Jokwidodo dan bukan Prabowo. Tidak bisa Jokowidodo sekaligus
Prabowo.
3.
Silogisme atau penyimpulan berkunci.
Contoh:
Premis
mayor: semua orang adalah mortal
Premis
mayor: SBY adalah manusia
Kesimpulan
: SBY akan mati
Epistemologi
Epistemologi
Aristoteles berangkat dari rasio yang ia sebut sebagai intelek aktif. Rasio
memiliki dua fungsi:
menerima esensi sehingga bersifat pasif dan menampilkan esensi yang diterima
itu sehingga akal bersifat aktif.
Metafisika
Secara khsus Aristoteles tidak menyebut ajarannya
metafisika. Sebutan ‘metafisika’ diberikan oleh penerjemh bukunya Andronikos
dari Rhodod. Metafisika berasal dari kata ta meta ta physica yang berarti yang
datang setelah fisika. Aristoteles menyebut prote
philosophia (filsafat pertama). Ada
tiga makna metafisika menurut Aristoteles dalam buku Metaphysica. 1) Ilmu yang mencari prinsip
fundamental dan penyebab pertama. 2) Ilmu
yang mempelajari ada sebagai yang ada (being
qua being). 3) Ilmu dengan objek paling luhur yang menjadi dasar bagi semua
adaan. Untuk meletakkan metafisika, dia membagi ilmu tiga macam yaitu: Pertama tentang pengetahuan (theorein)
meliputi metafisika (Ada, penyebab pertama,
kausalitas, dan Tuhan), fisika, dan matematika. Kedua tentang tindakan (prattein) meliputi etika dan politik. Ketiga tentang produksi (poiein) meliputi poetika dan retorika.
Kritik Terhadap Plato
Aristoteles
menjembatani dualisme pemikiran Plato (Ide/eidos
dan objek nyata/mimesis). Dia
berangkat dari pemahamannya terhadap hakikat sesuatu yang terdiri dari materi (hyle) dan bentuk (morphe). Menurut Aristoteles materi dan bentuk itu tampil bersamaan
dalam proses menjadi yang disebut entelecheia.
Dan bukan terpisah seperti pandangan Plato melainkan saling mengandaikan.
Ajaran ini disebut hylemorfisme. Materi tanpa bentuk bukanlah apa-apa. Sebaliknya bentuk tanpa materi juga tidak
mungkin. Dalam materi terdapat potensi (potensia)
yang dapat menjadi aktual (aktus/ousia)
melalui forma (bentuk). Potensi menjadi aktual atau
proses entelecheia dimungkinkan oleh
empat penyebab yaitu: causa material
(misalnya kayu), causa forma (dibuat
kursi), causa efficiens (pengukir
yang mengubah kayu jadi kursi), dan causa
final (tujuan dibuat kursi).
Dengan demikian substansi atau ousia adalah sesuatu hal yang berada
dalam dirinya sendiri dan tidak bisa dikenakan pada sesuatu yang lain. Maka
harus dibedakan dengan aksiden yaitu apabila substansi mengada dengan cara
berlainan.Forma yang paling sempurna terdapat pada hal ketuhanan. Hal inilah
yang dia yakini sebagai penggerak pertama yang tidak bergerak (prima causa).
Politik dan Etika
Soal
politik berkaitan dengan tindakan etis suatu masyarakat. Hadirnya negara
mestinya dalam rangka untuk mencapai kebaikan tertinggi sebagai tujuan hidup
manusia. Dan tak ada kebaikan tertinggi yang dapat dicapai manusia tanpa
melalui negara. Ia kemudian tersohor dengan petuahnya bahwa manusia adalah zoon politicon. Hidup yang baik adalah
yang memiliki tujuan. Tujuan yang membedakan antara tindakan manusia dengan
tindakan hewan.
Politik
bukan semata-mata soal kekuasaan sebagaimana dikatakan Nicollo Machiavelli
(Italia, 1469-1527). Etika adalah basis kategoris (mewajibkan) bagi politik.
Pola pemerintahan-nya berpaku pada polis atau negara kota (city state) yang diyakini sebagai cikal bakal sistem demokrasi.
Pencapaian realisasi hakikat manusia yaitu eudaimonia
(kebahagiaan) tidak serta merta diperantarai oleh polis tetapi ada
substruktur yang mengawali polis. Yaitu mulai dari individual (kelahiran),
keluarga (oikonomia), paguyuban
(koinonia), negara kota (polis)[2].
Ditingkat
koinonia masyarakat berupaya untuk
mencapai kecukupan dalam kebersamaan. Untuk itu harus diatur melalui hukum. Bentuk-bentuk hukum yaitu hukum alam
(hukum material) dan hukum positif (hukum forma) yang dibuat oleh kesepakatan
manusia.
0 Komentar