Oleh: Herlianto. A
Mazhabkepanjen.com - Inilah
saatnya untuk mengubah asosiasi kita soal preman. Preman tidaklah seremeh-temeh
yang kita bayangkan: membuat gaduh, keroyokan jalanan,dst. Sama sekali tidak
se-sederhana itu. Jika ditarik pada rentang historis negara ini, free man
(asal kata preman) memiliki keterlibatan penting terlebih relasinya dengan
kekuasaan. Preman berkontribusi besar dalam setiap pembentukan sirkuit sejarah,
dan itu tidak kasat mata. Partisipasinya berada di belakang layar. Keterlibatan
itu bisa diamati sejak mulai pra-penjajahan, penjajahan, orde baru, orde lama, orde
reformasi, dan pasca reformasi ini.
Menurut
Hatib, dosen sosiologi Universitas Brawijaya, secara terminologi preman
memiliki pengertian yang sifatnya lebih umum dari bandit, gangster,
jawara dan mafia. Dalam masyarakat, preman diasosiakan dengan sekelompok orang
yang bertindak negatif, misalnya melakukan pungutan liar, mabuk-mabukan, tawur
dst. Menurut Hatib, pada masa orde baru preman muncul setelah Sukarno
melakukan rasionalisasi terhadap tentara yaitu pengetatan terhadap jumlah
aparat.
Preman Loreng
Sehingga yang
tidak terpilih menjadi preman, disisi lain mereka adalah anak muda yang
mendapat didikan militer dari Jepang seperti PETA, Paramiliter Jepang,
Heiho, Giyugun serta KNIL pada tahun 1950an. Mereka kemudian menjadi perampok,
pencuri, penyelundup dan bandit. Salah satunya adalah kolonel Simbolon yang
bergabung dengan pemuda batak Toba dan Tapanuli, dan melakukan pemberontakan.
Pada
perkembangannya, imbuh Hatib peneliti premanisme, preman ini begitu
lentur, elastis dan ambigu untuk dipahami wajahnya. Sulit ditebak dimana
sebenarnya preman ini berpihak, antara sebagai pahlawan atau bajingan.
Keberadaan preman juga pernah dimanfaat oleh Sukarno untuk melakukan penyitaan
terhadap perusahaan dan properti kolonial, misalnya BKS-PM (Badan Kerja
Sama-Pemuda Militer) yang dikomendani oleh Letkol Pramuraharjo organisasi ini
sebenarnya bentukan A.H. Nasution. Tak sedikit juga preman tertentu merampok
rakyat.
Pada masa
orde baru preman juga difungsikan sebagai promosi dan pertahanan status quo
oleh suharto untuk menyamarkan kekerasan dan eksploitasi yang terjadi.
Misalnya, yang dilakukan oleh Si gila dari Mandailing, Efendi Nasution yang
membunuh para pemuda PKI (Partai Komunis Indonesia) atau bagaimana Anwar Congo
sebagai algojo mereka yang dianggap PKI dalam film dokumenter The Look of
Silent. Kasus serupa misalnya Tanjung Priok (1984), pembunuhan aktivis
Marsinah (1993), Pembunuhan Udin (1996), kerusuhan Mei 1998, penembakan
Semanggi I dan II juga tidak terlepas dari peran preman didalamnya.
Hasil
penelitian Hatib menunjukkan bahwa Orde baru juga membentuk KNPI (komite
Nasional Pemuda Indonesi) yang memiliki sub komite dengan BAKIN (Badan
Keamanan dan Intelijen Negara) yang para anggotanya dipasok dari para pemimpin geng.
Tetapi setelah preman ini dimanfaatkan, Orde baru mencoba menekan mereka karena
ditakutkan ada kemungkinan adanya perlawanan dari mereka. Mak sebagian
dari mereka ditempatkan sebagi satpam, debt
collector dan tugas bawahan
lainnya. Sementara yang masih terlihat membangkang langsung ditembaki, kejadian
ini dikenal dengan Petrus (penembakan misterius)
yang menjadi hantu di era Suharto. Pada saat itu preman tidak begitu bebas
akibat tekanan Orba.
Preman
Berjubah
Setelah orde
baru runtuh, para militer dan juga preman dapat bergerak bebas tanpa intervensi
negara ataupun kekuatan lain. Kemunculan preman-preman swasta ini menjalar
keseluruh pelosok Indonesia. Mereka mencoba mendekati pusat-pusat kekuasaan,
merepresentasikan diri dengan wajah yang agamis, dan melekatkan diri pada
identitas etnis secara kuat. Misalnya: Pecalang di Bali dengan identitas
ke-Bali-annya, Lang-Lang di Sumbawa Barat, GPK
(Gerakan Pemuda Ka’bah) di Yogyakarta dan FPI (Front Pembela Islam )—sering
dipelesetkan Front Perusak Islam— dengan status keagamaannya di Tanabang
Jakarta.
Temuan Hatib
menunjukkan bahwa FPI merekrut para preman yang nongkrong di Tanabang. Mereka
dijanjikan kesejahteraan dan disubsidi sebagian hidupnya, sehingga mau berjubah
dan mengenakan seragam lalu berteriak Allahu Akbar. Makanya, tidak
mengherankan jika FPI suka sekali main serobot, sweeping brutal, dan
tindak kekerasan lainnya. Itu sudah karakter wataknya yang kasar namun dibalut
agama. Menariknya, belakangan ini jagad dunia maya seperti digoyang oleh
orgnaisasi pimpinan Riziq Sihab itu.
Bersama
gembongnya menjadi agen penolak pemerintahan Ahok di Jakarta dengan membentuk
gubernur tandingan, hingga “menggoreng” isu penistaan agama. Namun tidak semua
masyarakat sepakat dengan gerakan FPI, malah dituduh berkomplot dengan Partai
Demokrat yang memiliki kepentingan atas anak SBY dalam pemenangan. Dari situ
terlihat sebenarnya gerakan preman adalah gerakan opportunis yang siap
melakukan intimidasi dan kekerasan lainnya jika kondisinya menghasilkan
keuntungan baginya. Siap mem-back up kekuasaan selama kebutuhan “lauk
pauknya” dipenuhi.
Pemetaan
Preman
Untuk dapat
memetakan gerakan preman yang abu-abu ini, Hatib membagi preman ke dalam tiga
kelompok. Pertama, preman sebagai shadow
state yaitu preman yang memiliki
pengaruh kuat dalam mengintervensi suatu kebijakan tertentu. Mereka ini
cendrung memiliki kekayaan yang lebih atau karena memiliki massa yang
sangat banyak sehingga memiliki power lebih daripada penguasa, di Kota
Malang jenis ini diasosiakan dengan kode 52.
Kedua, preman sebagai birokrat yaitu
preman yang telah berhasil menempati ruang-ruang kekuasaan. Biasanya mereka ini
gaya memimpinnya otoriter dan terlalu melibatkan keluarga dalam memilih
pegawai sebagai bawahannya misalnya kepemimpinan gubernur Banten, Ratu Atut
Chosiyah. Ketiga, adalah preman kacangan yang biasanya sebagai tukang
parkir atau satpam.
Dalam
perkembangan demokratisasi Indonesia saat ini, baik dibidang ekonomi, budaya
dan politik, preman tidak absen dalam memainkan perannya. Perebutan kekuasaan
dari pusat sampai tingkat desa tetap melibatkan preman secara aktif. Beberapa
area-area gelap seperti perjudian, prostitusi, dan sabu-sabu, juga tidak
terlepas dari keterliban preman yang tidak jarang para aparat menjadi
kolaborator sejatinya. Di kawasan
Kalimantan aparat-aparat bejat watak preman menggunduli hutan (illogical
logging) yang kemudian kayunya diselundupkan kenegeri jiran Malaysia.
Sederhananya,
hingga kini preman tengah mengendalikan laju perkembangan negeri ini.
Hitam-putih bangsa ini ditentukan oleh para preman. Saatnya negara ini serius
menyikapinya. Jika teroris saja dibombardir dengan Densus 88 untuk secara khusus
menangani teroris. Barangkali perlu dibentuk densus 99 secara khusus pula
menangani pergerakan premanisme di Indonesia.
Hasil diskusi
komunitas kajian budaya Nganthiwani, Kota Malang.
#filsafatmazhabkepanjen.blogspot.com
0 Komentar