Oleh: Herlianto A
Sumber: Jawapos.com |
Meski tak sampai tercemar,
pilkada Jawa Timur (Jatim) cukup “dikompori” oleh paha dan air mata, belakangan
ini. Belum begitu jelas simbolisasi apa yang ingin “diwayangkan” lewat drama
paha dan air mata. Pastinya, Hasto (sekjen PDIP) begitu mewek, emosional, matanya
berkaca-kaca—
seperti para ustad sebelah beberapa waktu lalu—saat tahu beredarnya paha membentang di dada pria
yang diduga Azwar Anas, yang belum lama ini diusung PDIP sebagai Cawagub Jatim.
Mari kita mulai dari paha. Beberapa
media menggunakan frase “paha mulus” menunjuk pada paha yang diselempangkan
pada pria diduga Azwar Anas. Predikat “mulus” merupakan suatu kualitas yang
mempredikasi paha—atau
bahasa ribetnya: mengindividuasi—sehingga
paha itu dapat dibedakan dengan paha lainnya yang boleng-boleng, yang puri’en,
yang belang-belang, yang kudisan hingga yang penuh selulit (stretch mark).
“Paha mulus” identik dengan paha berkualitas wah dan menggairahkan serta dambaan
setiap lelaki dan perempuan juga. “Paha mulus” acap kali membuat mata buaya
susah terpejam, sekalipun menunduk tetap saja matanya stereo alias melirik
bawah, Astagfirulla! Namun persoalannya, benerkah paha yang diduga dielus
Azwar Anas itu mulus?
Bagi si wartawan tadi adalah
mulus, bagi saya—yang
nyaris tak punya referensi soal paha ini—juga
tergolong lumayan. Tetapi bisa jadi bagi kaum poligamis dan kolektor perempuan
lainnya yang tiap hari ngurusin paha dianggap masih dibawah standar. Terlebih
lagi bagi kolektor film “gergaji” yang telah melanglang buana melakukan komparasi
paha di berbagai negara, bisa jadi sama sekali tak mulus, tak lebih sekedar
tungkai panjang.
Hasto boleh jadi telah mengamati
paha itu, dan mungkin juga sudah punya penilaian sendiri soal kualitasnya. Andai
saja, saya jadi pak Hasto akan bilang begini dalam hati tapi: kampret
pahanya kebuka hingga pangkalnya. Dan, pembaca nggak usah mengendap-endap
pura-pura tidak tahu begitulah, jika Anda melihat foto itu tentu kualitas paha
menjadi prioritas penilaian Anda, iya kan? Kalau tidak, maaf Anda belum cukup umur.
Baik kita lanjutkan, menariknya
lagi, paha ini seolah tak bertuan lantaran si empunya paha tidak ditampilkan. Entah
telah diedit atau memang gaya selfie-nya begitu.Umumnya penilaian kualitas
paha atau tubuh tidak cukup pada paha itu sendiri, melainkan perlu direlasikan
dengan keadaan wajah dan bagian-bagian tubuh lainnya. Bisa jadi paha mulus
tetapi tidak didukung oleh wajah dan bagian lainnya, menjadi nilainya turun. Kata
orang Madura jangan-jangan model “aduh-adda” yaitu kalau dilihat dari belakang
ekspresinya: aduh, tetapi jika dilihat dari depan menjadi: adda. Atau kata anak-anak
zaman now BMW (Bodi Menipu Wajah), wajah tak seindah bodinya. Jadi sebetulnya,
penilaian over all atas paha itu masih belum mutlak, masih bisa diimajinasikan
ke berbagai rupa dan warna.
Lantas apa yang ditangisi Hasto? Bagi
saya Hasto berdrama di situ sembari mengimajinasikan sesuatu akan paha tadi.
Dia seakan baru tahu bahwa politik praktis itu penuh intrik, kelicikan, dan
ketae’an. Padahal rupa politik praktis hanya baik saat diucapkan dalam term-nya
saja: politik kebangsaan, politik santun, dan nomenklatur bhulshit
lainnya, fakta praktisnya tidak demikian. Karena itu, Hasto tidak sedang
menangisi digunakannya paha untuk menjatuhkan anak buahnya, melainkan dia
memposisikan diri sebagai yang terzalimi atau korban yang perlu dikasihani,
orang yang tulis makanya air mata mengucur di situ.
Di sisi lain, secara tak langsung
mengarahkan bandul pelaku penyebaran pada lawan politik yang hanya satu yaitu
pasangan Khofifah. Di sini paha menjadi begitu liar, ia tak lagi menjadi
penanda seks semata tetapi menggelincir pada makna-makna lain yang sengaja
disusupkan. Dengan air mata, Hasto seakan mau menunjukkan pada masyarakat Jawa
Timur bahwa siapa yang licik. Walaupun sebenarnya, tidak menutup kemungkinan
paha ini sengaja didesain untuk kepentingan barisan Hasto sendiri, itulah
sebabnya Azwar Anas merasa tak perlu melakukan klarifikasi atas dugaan elusan
pahanya itu. Sehingga terus mengambang paha ini, siapapun boleh menangkap dan
mengganti mengelusnya.
Apakah cara ini mungkin mengubah
skala elektabilitas keduanya? Mungkin saja, walaupun pada Survei yang dilakukan
Indo Barometer (Oktober 2017) dan Charta Politika beberapa bulan yang lalu Gus
Ipul diposisi teratas baik elektabilitas maupun popularitas. Tetapi saat itu,
mesin suksesi Khofifah belum bergerak sepenuhnya. Namun bisa jadi berubah saat
ini, kepastian bahwa Khofifah diusung untuk yang ketiga kalinya di Pilgub Jatim
tentu membuat dirinya berupaya menaikkan elektabilitasnya. Pendeknya, Khofifah
tetap menjadi lawan terberat Gus Ipul, karena itu trik dan intrik tertentu
masih mungkin akan muncul.
Namun demikian, kita juga tidak
tahu, apakah beredarnya paha itu didesain oleh si empunya atau memang bagian
dari upaya menjegal lawan. Keduanya masih sama-sama mungkin, namun Hasto dengan
air matanya telah berhasil memanfaatkannya lebih dulu akan “mulusnya paha” tak
bertuan itu.
0 Komentar