Oleh: Herlianto A
Sumber: metro.co.uk
Kecepatan, keahlian gocek
bola, dan kemampuan mencetak goal, membuat Mohamed Salah menjadi idola baru di
republik sepak bola dunia. Pemain yang kini berseragam Liverpool tersebut
pernah menjadi the best player liga Inggris (Primer League) dan
top skor sementara. Prestasi yang gemilang bagi seorang yang berasal dari
negara di mana sepakbolanya belum maju. Pencapaian ini, membuat AS Roma menjadi
pihak paling menyesal karen menjual pemain asal Mesir itu dengan harga yang
sangat murah. Kini beberapa tim besar Eropa macam Barcelona, dan tentu saja
rival abadinya, Real Madrid diisukan tertarik menggunakan jasa Salah.
Sebetulnya, Salah bukan satu-satunya
pemain Muslim yang merumput di liga terbaik Eropa. Ada banyak pemain muslim
lainnya yang prestasinya tak kalah moncernya. Misalnya, Bacary Sagna (pernah
memperkuat Mancester City), Mesut Ozil (Arsenal), Stephan El Shaarawy (AS Roma),
Arda Turan (Barcelona), Paul Pogba (MU), dst. Di Liverpool sendiri ada 2 pemain
muslim lainnya, yaitu Emre Can (Jerman) dan Sadio Mane (Sinegal). Bahkan Mane
juga sempat menjadi pemain terbaik Primer League 2017 lalu. Tapi mengapa
Salah menjadi begitu spesial?
Amazing Skill
Setidaknya ada dua faktor yang
membuat Salah menjadi begitu favorit. Di antaranya berkaitan dengan kemampuan
bolanya dan yang lain berkaitan dengan identitas Salah sendiri. Untuk faktor
pertama, harus diakui pria kelahiran Basion, Mesir, 1992 itu menata karir
dengan perjuangan yang tidak mudah. Berangkat dari Mesir, negara yang tidak
maju sepak bolanya dia mampu menaklukkan benua biru. Sebelum itu, dia harus
bermain di lapangan berdebu di kampung halamannya. Namun bakat tidak pernah
bohong, di usia 14 tahun dikontrak Contractors FC, salah satu tim Mesir. Dia
jumpalitan mengatur waktu untuk menyeimbangkan porsi latihan dan belajar,
karena perjalanan dari rumah ke tempat berlatih harus ditempuh 5-7 jam.[1]
Namun mimpinya untuk menjadi
penerus Zidane dan Ronaldo (Brazil) di Eropa terus berkobar di dadanya. Hingga
akhirnya dalam suatu turnamen di Swiss, skill-nya membuat Basel kepincut.
Pada 2012 resmi teken kontrak dengan Basel, menyumbangkan sembilan goal dalam
47 laga. Dua tahun kemudian, giliran The Blues, Chelsea, ingin mencoba
kaki Salah. Setelah kontrak resmi dimaterai, Salah diberi kesempatan merumput
12 kali dan nyetak sepasang goal saja. Tentu ini penampilan yang belum
memuaskan Jose Morinho, juru taktik The Blues saat itu.
Dengan tega, “The Spesial One”
mengirim Salah ke Fiorentina, tim Seri A Italia untuk dipinjamkan. Namun
banting tulang Salah cukup positif, dia berhasil menembus tim lapis utama di
tim ini, bermain 34 laga dan 14 kali menceploskan bola ke gawang lawan. Ujian
pria berjenggot itu belum usai, dia kembali dipinjamkan ke AS Roma. Bersama
Totti, Salah sering ngajak adu “kerap” lawan-lawannya, dan tentu sang lawan
ngos-ngosan, karena dia begitu cepat dan cekatan. Turun lapangan 31 kali dengan
15 goal, dan berhasil membawa Roma ke posisi 2 Seri A.
Tetapi itu masih belum cukup,
lagi-lagi Salah diremehkan. Dia kembali “dibuang” ke Primer League
bersama Liverpool.“Asam-garam” yang dilalui Salah selama ini, cukup membuatnya
belajar. Dia mengalami perkembangan pesat dan sangat tak terduga. Kini menjadi
monster lapangan yang paling menakutkan bagi penjaga gawang lawan. Larinya tak
bisa dikejar, gerakannya selalu menipu, dan tendangannya bermuatan oli alias
licin bagi kiper lawan, lalu bola menggelinding menembus jala gawang. Di
situlah, Salah lari ke pinggir lapangan, kadang menjulurkan lidah, lalu
menyentuhkan kedua lutut, tangan dan kepalanya ke tanah, dia bersujud. Lalu
dengan bersimpuh menengadahkan tangannya, berdoa. Saat ini (25 Mei 2018) Salah merupakan
top skor sementara liga Inggris dengan torehan 32 goal. Yang paling magic
lagi adalah saat membawa Mesir ke piala dunia 2018. Mungkinkah dia membawa
Mesir berjaya di Rusia? Yang pasti Salah akan terus bercahaya.
Representasi Peradaban
Faktor kedua, latar belakang
Salah yang berasal dari Mesir dan muslim juga harus diakui sebagai daya
tariknya, utamanya bagi umat muslim dunia. Mesir merupakan salah satu peradaban
tua di dunia bahkan lebih tua dari peradaban Yunani (6 SM). Konon, Plato,
pemikir hebat di Athena, sempat travelling ke Mesir dan mempelajari
matematika sebagaimana ditunjukkan pada bangunan arsitektur macam Piramida dan
patung Spinx. Di dunia muslim, Mesir merupakan peninggalan dinasti besar,
Fatimiyah yang berdiri 910 M hingga 1171 M. Salah satu heritage-nya yang
masih berharga hingga saat ini adalah Universitas Al Azhar. Histori ini
menunjukkan bahwa selain Iran dan Arab Saudi di Timur Tengah, Mesir juga
menjadi simbol Islam saat ini. Artinya, Salah membawa kompleksitas identitas
Islam ke Eropa.
Meski sepak bola tidak mengenal
agama, namun fenomena Salah rasanya tidak berlebihan jika dikaitkan dengan tesis
Samuel P. Huntington soal benturan peradaban (clash of civilization),
dimana agama-agama saling bertarung. Artinya, saat ini sepak bola merupakan salah
satu wajah peradaban itu sendiri. Majunya sepak bola menjadi satu signifier (penanda)
bagi suatu signified (petanda) peradaban. Ia tak hanya tentang tontonan,
tetapi ada gejolak ekonomi, politik, tradisi, agama, dan sosial yang coba
diwujudkan se-fair play mungkin. Karena itu Salah menjadi semacam pembawa
simbol dari kompleksitas yang dialami umat muslim saat ini.
Namun sayang, dibalik ketenaran
Salah ada keruwetan umat muslim Timur Tengah (timteng) yang coba ingin diobati.
Negara-negara timteng, sedang bergolak dengan kekacauan sosial, mulai dari
terorisme ISIS, Arab Springs di mana penguasa-penguasa otoriter
terjungkal mulai dari Husni Mubarok (Mesir), Ben Ali (Tunisia) Kadafi (Libya),
kini Suria terus diguncang, Yaman di dihajar oleh Arab Saudi. Palestina
diacak-acak, barisan tank Israel melibas rakyat Palestina yang berderap di sepanjang
perbatasan Gaza. Korban terus berjatuhan, mayat bergelimpangan, dan darah terus
mengalir dari anak-anak yang lugu dan perempuan-perempuan tak berdosa. Inilah
derita masyarakat timteng yang sangat mengagumi Salah.
Dalam hidup yang maha pahit ini,
Salah menjadi semacam penghibur bagi umat Muslim yang menginginkan ketenangan,
kedamaian, dan kemenangan. Salah kemudian diolah sedemikian rupa lewat
berita-berita dan video-video pendek untuk menunjukkan kedamaian dan cinta
dalam Islam. Ia menjadi setetes air
ditengah padang Sahara yang menyengat bagi penderitaan ini. Menjadi pemantik
senyum, saat rakyat Palestina melempar batu lalu dibalas dengan bom, menjadi
secercah harap saat rakyat Palestina dilibas oleh tank-tank di tepi jalur Gaza.
Namun datangnya Salah hanya sebatas harap, sebagai infus bagi derita, belum
sebagai mesiah. Emansipasi dan pembebasan yang sesungguhnya hanya lahir dari
upaya diri mereka sendiri.
0 Komentar