Oleh: Ahmad Dahri, penulis
buku “Hitamkah Putih Itu”
ليلي بوجهك مشرق
وضلامه في الناس ساري
والناس في سدق الضلام
ونحن في ضوء النهار
Malam menebar cahayanya
dengan wajah kaum sari yang
bermuram durja
bila kebanyakan manusia merasa
malamnya gelap
namun kita(umat Muhammad)
berada dalam terangnya cahaya.
Sebagai umat Muhammad patutnya mengikuti setiap
langkah yang dicontohkan beliau. Mengikuti sunahnya yang baik adalah selalu
mengembangkan apa yang menjadi perilaku konsisten (istiqamah), yang akan selalu
berkembang dan berkembang. Boleh jadi hal inilah yang dikenal sebagai derajat
atau tingkatan manusia. Perihal mengikuti secara mutlak atau tidak, tidak mengganggu
sikap iman kita kepadanya.
Sunnah nabi sudah terangkum dalam kitab suci
dan hadits, tergantung kita yang memilah, fokus, dan konsisten saat menjalankan
sunahnya. Oleh karenanya, tiada tuntutan untuk mengekang, memberi contoh atau
lebih kita kenal dengan uswah al hasanah.
Istilah ini bukan hanya sebagai contoh perilaku
yang baik saja, tetapi ada dua poin yang harus benar-benar kita pikir secara
mendalam: PERILAKU dan sifat BAIK. Setiap orang memiliki perangai dan perilaku
yang berbeda-beda, yang menunjang kualitas diri sebagai manusia purna.
Perilaku nabi terangkum dalam 4 sifat, yakni siddiq,
tabligh, amanah dan fathanah. Sifat-sifat itu menunjukkan
perilaku baik yang tampak maupun yang berada di samudera terdalam, yaitu hati.
Bahwa Tuhan tidak melihat apa yang ada di luar dan fisik manusia, namun melihat
terhadap hatinya. Karenanya perilaku nabi terpusat kepada pola sikap dan pola
pikir.
Sifat dan sikap yang baik adalah relatif. Namun
menjadi sebuah kebaikan mutlak ketika tidak ada salah satu pihak yang
dirugikan. Tuhan dalam kitab sucinya memerintah dengan gamblang terkait
berlomba-lomba dalam kebaikan. Maka, uswatun khasanah tidak hanya
berkutat dalam lokus benar dan salah, melainkan dalam spektrum kebaikan. Lantas
bagaimana seharusnya mengikuti sunah nabi? Pernyataan kocaknya adalah ya
kalau mau meniru nabi jangan separuh-separuh. Masak cuma dalam aspek poligami (yang
ternyata semua gagal paham atas ini), pakaiannya, jenggotnya. sedangkan aspek terdalam
dari sikap nabi yakni cinta dan kasih sayangnya ditinggalkan.
Di saat semua merasa benar sendiri, mulai
mencaci sana sini, dan sayangnya saling beradu argumentasi di sosial media,
atau di majlis-majlis pribadinya. Di saat semua mulai berburu julukan Abu
Bakar, Umar, Ustman dan Imam Ali, maka tidak ada ruginya jika mencoba menelisik
sikap sahabat Abu Dzar al Ghifari.
Dengan demikian nilai yang tersirat dalam sikap
uswah al hasanah nabi Muhammad tersalur kepada semua umat. Tidak merasa
paling benar, namun berusaha agar selalu menebar kebaikan bagi sesama, hal
inilah yang menjadi prinsip dasar dari empat sifat nabi di atas serta uswah
al hasanah menjadi wadah dari empat sifat itu.
Pojok
Rumah, 2018
0 Komentar