Ada “Kartini” di Rumahmu

Oleh: Herlianto A
Sumber: bulancahaya9.blogspot.com

Dalam suatu sesi wawancara kerja, tibalah pada pertanyaan berapa besaran gaji yang diinginkan. Peserta pertama menjawab 15 juta rupiah per bulan karena pekerjaannya cukup berat. Peserta lain 20 juta rupiah karena merasa dirinya profesional. Peserta ketiga 16 juta rupiah, dia menganggap itu bayaran yang tepat tidak mahal juga tidak murah. Pokoknya, rata-rata peserta minta gaji di atas 15 juta rupiah.

Sebelum menjawab, pewawancara mengatakan bahwa di perusahaannya ada orang yang bekerja tanpa berhenti tetapi tidak digaji.  Bahkan sekalipun sakit dia masih tetap bekerja. Mendengar itu semua peserta kaget, tidak percaya, tidak mungkin ada orang yang mau seperti itu. Peserta pertama mengatakan kalau benar ada pasti dia orang yang bodoh. Peserta kedua mengerutkan dahi, itu tidak mungkin, hanya ada dalam cerita dan dongeng. Peserta ketiga menggeleng dan tersenyum sinis.

Pewawancara menunjukkan bahwa memang ada orang yang mau bekerja sepenuh waktu meski tak dibayar. Dia adalah ibu kalian, ibu kita semua di rumah. Mendengar jawaban itu, peserta kaget dan menjawab: “iya ya”. Ada peserta yang mewek dan tanpa merasa malu menangis, karena merasa dirinya hanya merepotkan ibunya. Ada pula peserta yang menyatakan dan berjanji bahwa setelah pulang akan memeluk ibunya, dan akan patuh padanya. Dia bilang: “aku sayang sama ibuku”.


Iya, kartini di rumahmu itu adalah ibumu sendiri. Wawancara itu sangat menyentuh hati saya pribadi. Ibu saya adalah seorang petani, dia buta huruf. Tidak pernah tahu seperti apa gerbang dan bangku sekolah. Di pagi yang pekat, dia bangun, lalu masak untuk semua orang yang ada di rumahku. Setelah itu, dia ke pasar jalan kaki untuk membeli kebutuhan dapur yang akan di masak besoknya. Yang ada dipikirannya, semua orang di rumah harus kenyang. 

Sepulang dari pasar, dia ke ke ladang nyabit rumput untuk memberi makan sapi. Lalu ke sumur menimba air. Setelah itu, dia harus mencuci baju saya. Malam hari dia memipil jagung, atau mengerjakan lainnya yang belum selesai di siang hari. Begitulah dia terus bekerja setiap hari dan malam tanpa lelah, dan tak ada yang menggajinya serupiahpun. Semua pekerjaan dilakukannya penuh tanggung jawab.

Belum lagi dia harus menghadapi saya sendiri yang nakal, minta banyak hal, mau ini dan itu. Dia memberikannnya, meskipun kadang marah, karena dia tahu bahwa hidup manja itu tak akan menyelamatkan saya dalam berlayar di dunia yang keras ini. Mungkin Anda mengalami nasib yang tak jauh beda dengan saya.

Maka itu, tak ada yang lebih pantas menjadi pahlawan bagi hidup ini, selain ibu. “Kalau aku ikut ujian lalu ditanya tentang pahlawan, namamu, ibu, yang kan kusebut paling dahulu,” demikian petikan puisi D. Zawawi Imron. Loh, ibuku telah meninggal mas?

Berarti Kartini itu adalah istrimu. Dia yang setia menyiapkan makan setiap pagi, memilih menu terbaik agar kau berselara makannya. Lalu mensuapi anak-anakmu. Mencuci setumpuk piring. Mencucikan baju, lalu mensetrikanya. Membersihkan kamar mandi. Berbelanja ke pasar, malam hari harus menghangatkan tidurmu. Loh mas yang masak dan cuci piring saya sendiri, termasuk belanja, pokoknya pekerjaan rumah saya yang handle. Istri saya hanya memberi perintah saja. Berarti Kartini itu adalah dirimu sendiri.

Artinya, Kartini bukanlah sosok perempuan, tetapi Ia adalah jiwa yang mengalah, mengayomi, memelihara, dan manata. Dia adalah kelembutan, kehalusan, kesabaran dan cinta yang ada dalam dirimu. Dia adalah keindahan, keharmonian, dan keselarasan itu sendiri. Kartini merupakan sisi jamal manusia yang ada pada setiap orang tidak peduli apapun jenis kelaminnya. Sisi jamal membuat kehendak kosmik ini menjadi seimbang. Dialah jiwa yang bersemayam dalam dirimu.

Kerusakan semesta, kehancuran lingkungan, meregangnya tatanan sosial terjadi karena manusia hanya mengaktifkan sisi jalal dirinya. Sisi eksploitatif, sisi agresif, pemarah, ambisius, penghancur, dan segenap arogansi yang meledak-ledak. Maka, sisi jamal yang dimetaforkan dengan “Kartini” mesti kita aktifkan kembali.

Sehingga “Kartini” tidak hanya untuk perempuan. Melainkan menyangkut spirit lain yang lebih dalam dari sekedar menjelmakan suatu sosok. Dan dia adalah sisi jamal kita sendiri. Baiklah, sekarang temui ibumu peluklah dia, ciumlah dia, jika ibumu tidak ada datangilah istrimu, peluklah, dan ciumlah. Loh, masih jomblo mas. Yaudah, kalau begitu, ambil guling saja dan peluklah dan hadirkan jiwa Kartinimu. Selamat hari Kartini!!

Posting Komentar

0 Komentar