Oleh: Herlianto A
Sumber: endeavour.com.au |
“Aku pasti bisa melupakanmu,
pergilah” dan “aku tidak bisa melupakanmu, tak bisa hidup tanpamu”. Dua
keyakinan manusia tentang lupa yang berbeda. Ungkapan itu seringkali gua
temukan dalam serial “sandiwara” baik FTV, sinetron, atau film layar lebar
lainnya. Mungkin juga ellu pernah mengucapkan salah satu ungkapan itu.
Ketika ellu ditinggal sama orang tercinta. Tetapi apakah ellu
sungguh bisa melupakannya? Atau lebih jauh dari itu, bagaimana ellu
melupakannya?
Inilah satu persoalan tentang
lupa yang mungkin kita jarang membicarakannya. Bagaimana kita melupakan sesuatu
yang sangat berkesan atau suatu peristiwa yang paling traumatik. Para psikolog
atau konsultan kejiwaan lainnya telah banyak memberikan jawaban atas persoalan
itu. Tips dan langkah-langkah melupakan mantan, misalnya.
Tetapi gua sedang tak
ingin membicarakan soal tips ini. Yang ingin gua soal adalah mengapa
kita lupa? Apakah kelupaan itu benar-benar ada (riil) bukan sekedar varian
terendah dari ingatan. Memang kalau kita coba beri pengertian apa itu lupa,
tidak bisa lepas dari menegatifkan ingatan. Silahkan ellu cek di
berbagai kamus baik secara leksikal ataupun terminologikal. Lupa pasti selalu “tidak
ingat” atau “hilangnya ingatan”. Seolah-olah lupa adalah sub dari kinerja
mengingat.
Atau, lupa itu adalah ingatan
yang tertumpuk oleh ingatan lainnya. Lupa itu adalah ingatan yang lemah. Lupa
berarti tak mampu mengingat. Ah.. tetap saja lupa “nyerempet” pada
ingatan. Lupa bersandar pada ingatan, karena sepertinya tak ada pengertian yang
indenpenden tentang lupa. Mungkin saja lupa itu adalah non-eksis.
Tetapi apapun penjelasannya, gua
dan ellu pernah ngalami lupa, iya kan? Gua belum nemu jawaban
neuro sains tentang mengapa manusia bisa lupa. Memang bacaan gua belum
jauh soal itu. Filsuf Yunani kuno, Plato menulis sebuah buku Meno. Dalam
buku itu dia berkisah tentang riwayat lupa.
Bahwa pada mulanya, sebelum
manusia dilahirkan ke dunia tak ada kelupaan karena jiwa manusia berada dalam
satu kesatuan dengan jiwa universal, jiwa langit yang agung. Tetapi begitu ibu gua
dan ellu melahirkan kita maka kelupaan itu terjadi. Kita bergeser dari dunia
yang universal ke yang partikular, yaitu dunia kehidupan sehari-hari yang penuh
polemik. Pada dunia keseharian inilah semuanya dilupakan.
Apa yang kita sebut sebagai
pengetahuan hari ini tak lebih dari upaya manusia untuk mengingat kembali atau recall
apa yang dilami di alam rahim. Peritiwa ini disebut anamnesis. Jadi
lupa merupakan rangkaian peristiwa semesta yang dialami secara khusus oleh
manusia karena berganti alam kehidupan.
Dalam keseharian itu manusia
berupaya mengingat kembali apa yang pernah diketahuinya melalui belajar. Namun persoalannya,
ingatan manusia tidak konstan, berubah dalam waktu. Apa yang diingat dapat
dilupakan lagi dalam keadaan partikularnya (dalam kehidupan sehari-hari).
Itulah sebabnya serial di atas
menyatakan “aku pasti bisa melupakanmu” yang sebelumnya megingatmu. Manusia
yang sudah lupa karena dilahirkan, lalu mengingat, dan lupa lagi. Memang kita
mungkin benar-benar mengalami lupa pada hal tertentu. Misalnya, setelah sekian
tahun mengalami peristiwa dikhianati mantan dan ellu sempat menderita di
situ, menangis, dan mau mati rasanya. Tapi toh akhirnya ellu bisa
melupakannya.
Maka tambahannya bagi Plato, berarti
ada dua jenis kelupaan: kelupaan pada yang universal dialami saat manusia lahir
dan kelupaan pada yang partikular dialami dalam aktivitas keseharian manusia.
Barangkali menarik, menilik lebih lanjut secara spekulatif hubungan antara
ingatan universal dan ingatan partikular, tetapi gua kira soal ini lain
kali aja ya.
Soal berikutnya adalah apakah
manusia bisa betul-betul lupa? Rasanya tidak. Saya kira manusia hanya butuh
pengingat untuk mengingat semua apa yang pernah dialami, jadi tidak betul-betul
lupa. Ellu dan gua juga pasti ngalami. Ditengah sudah melupakan
mantan dan berbagai peristiwa yang pernah dialami bersama. Lah kok
tiba-tiba ada sosok lain yang mirip dengan mantan ellu. Seketika ingatan
itu kembali hadir.
Ini persis seperti data di komputer
setelah didelete ternyata tersimpan di recyle bin. Sesekali waktu
bisa direstore jika dibutuhkan lagi dengan intervensi kita. Data itu
lalu kembali hadir ke folder semula. Kecuali mendelete data yang ada di
recyle bin itu, maka selamanya akan terhapus data itu di komputer.
Tetapi saya kira manusia, hari
ini, belum bisa mengintervensi kelupaannya hingga ke level recyle bin
itu. Artinya, manusia tidak bisa benar-benar menghapus semua dari memorinya apa
yang telah dialami, sepahit apapun pengalaman itu. Mungkin ellu merasa
telah benar-benar melupakan sesuatu.
Tapi yakinlah, perasaan itu
salah. Karena sebenarnya bukan melupakan, melainkan ellu hanya berhasil
berdamai dengan masa lalu. Berdamai dengan masa lalu, bukan melupakan tetapi
menempatkan masa lalu di posisi yang tepat dalam kesadaran mental ellu.
Karena itu, ellu bisa
mengubah masa lalu sebagai trigger atau motivasi untuk bangkit, mengubah
dan merenovasi diri. Ellu mungkin dihina di masa lalu, dicampakkan kala
itu, diledek, tetapi semua itu dapat ellu kelola menjadi motivasi terbesar
bagi diri, untuk mengubah bukan hanya menjadi diri lebih baik tetapi yang
terbaik.
Ingat, semua itu terjadi bukan karena ellu melupakan masa lalu, tetapi berdamai dengan masa lalu. Itu!!!!!
0 Komentar