Oleh: Herlianto. A
Sumber: pixel.com |
Demochares, salah satu orator demokrasi Yunani klasik, mengatakan dalam suatu orasinya bahwa serangan Makedonia atas Yunani ada hubungannya dengan sekolah filsafat di Atena. Sekolah dalam hal ini adalah Lyceum yang didirikan oleh Aristoteles.
Catatan sejarah ini yang
membuat para penggemar filsafat dan sejarawan filsafat membuat semacam
rekonstruksi historis akan kebenaran “provokasi” tersebut. Mereka membuat hipotesa
dengan menelusuri jejak kehidupan filsuf masyhur itu, terutama hubunganya
dengan elemen-elemen berbau Makedonia.
Sebenarnya tidak banyak buku yang
mengulas dugaan keterlibatan Aristoteles dalam pendudukan Makedonia atas Yunani.
Termasuk buku sejarah filsafat Indonesia terkesan tidak tertarik untuk menyingkap
suatu “misteri” tersebut.
Para penulisnya terkesan
terburu-buru untuk memaparkan poin-poin pemikiran Aristoteles ketimbang
berlama-lama mengulas perjalanan hidup sang filsuf. Bisa jadi ini disesuaikan
dengan kebutuhan pembaca Indonesia yang lebih suka mengoleksi poin-poin
pemikiran, daripada bertele-tele dengan latar belakang kehidupan pemikirnya.
Namun begitu, ada beberapa buku
yang terbilang detail menceritakan dugaan keterlibatan Aristoteles tersebut.
Misalnya, buku Aristotle ditulis Sir David Ross, Aristotle: His Life
and School oleh Carlo Natali, dan Aristotle: A Very Short Introduction
ditulis Jonathan Barnes. Saya akan mencoba merekonstruksi kehidupan Aristoteles
berdasar pada tiga sumber utama ini di samping dari bacaan sekunder lainnya
untuk mencari indikasi-indikasi keterlibatan sang filsuf.
Keluarga dan Pribadi
Aristoteles
Aristoteles lahir sekitar 384 SM
dari pasangan Nichomachus (ayah) dan Paestis (ibu) di Stagira. Sang ayah
berasal dari Macheon sementara ibunya dari Calchis. Aristoteles memiliki
seorang adek bernama Arimnesis yang meninggal saat usianya masih kecil. Nichomachus
adalah seorang saintis yang memiliki keahlian di bidang fisika dan biologi.
Pada saat itu dia dekat dengan raja Makedonia, Amyntas II. Ini indikasi awal
adanya koneksi antara Aristoteles dan keluarganya dengan raja Makedonia.
Aristoteles menikah dua kali. Pernikahan
pertama dengan Pythias yang disebut ponakan Hermias, salah satu murid Plato
sekaligus diktator yang nanti akan mengundang Aristoteles ke istananya. Pada
pernikahan pertama ini Aristoteles dikarunia seorang anak dengan nama sama
dengan dia.
Pernikahan kedua dengan
Herpyllis. Pada pernikahan kedua ini Aristoteles memiliki anak diberi nama
Nichomachus, sama dengan nama bapaknya. Nama ini sekaligus menjadi judul buku
Aristoteles Nichomachean Ethics.
Secara pribadi Aristoteles
diceritakan selalu mengenakan baju yang rapi, rambutnya selalu pendek dan
klimis. Memang kalau kita lihat gambar Aristoteles dalam lukisan yang digubah
oleh Raphael Sanzio, berjudul The School of Athens, rambut Aristoteles
pendek sementara Plato panjang hingga menyentuh pundak.
Sementara itu, Stagira (sekarang
Stavro) yang menjadi tempat lahir Aristoteles, menurut beberapa ahli, tidak
masuk dalam wilayah Yunani. Karena itu, Aristoteles disebut sebagai orang asing
di Yunani dan tidak mendapat hak-hak sebagaimana orang Yunani seperti
kepemilikan atas properti. Namun Herodotus dalam The Historis mengatakan
bahwa wilayah itu masuk dalam lingkaran Yunani, tepatnya berada di semenanjung
Kalcidian yang berdekatan dengan Olyntus yang juga dijajah oleh raja Philip
dari Makedonia waktu itu.
Di tempat inilah Aristoteles
menghabiskan masa kecilnya hingga tahun 365 SM, atau tepatnya berusia 19 tahun.
Kemudian dia pindah ke Atena, untuk kuliah di kampus Akademia yang didirikan
Plato. Dia belajar secara intensif selama 19 tahun hingga kematian Plato pada
347 SM.
Pasca Plato Meninggal
Sepeninggal Plato, pimpinan
Akademia diserahkan pada Speusippus, murid Plato lainnya. Namun ternyata,
Aristoteles mengembangkan pemikiran yang berbeda dari sang guru. Ini yang
menyulut konflik antara Aristoteles dan Speusippus, bahkan dia dituduh sudah
tidak lagi Platonis.
Perbedaan Plato dan Aristoteles
yang memperuncing perseteruannya adalah soal “Materi dan Bentuk”. Bagi Plato
materi dan bentuk terpisah, sebagaimana kuda (materi) dan kekudaan (bentuk)
atau cantik dan kecantikan. Jadi kekudaan dan kecantikan tidak berada dalam
kuda dan cantik itu sendiri, melainkan ada “di sana”.
Sementara bagi Aristoteles bentuk
dan materi itu menyatu yang dikenal dengan teori “hylemorphisme”, hyle
adalah materi dan morph adalah bentuk. Jadi kesatuan materi dan bentuk. Perbedaan
pendapat tersebut tidak lagi bisa didamaikan, akhirnya Aristoteles memilih
keluar dari Akademia.
Selain faktor internal tersebut,
yang menguatkan kepergian Aristoteles dari Akademia adalah faktor eksternal
yaitu penjajahan Makedonia atas Olyntus. Pada tahun 348 SM, setahun setelah
kematian Plato, memang Makedonia menggerakkan militernya untuk merebut Olyntus,
Stagira hingga Atena.
Aristoteles kemudian pergi dari
Atena menuju suatu daerah di Asia Minor yang disebut Assos. Dia diudang oleh
Hermias dan dinikahkan dengan Pythias. Tiga tahun berlalu di Assos, dia pindah
ke Mytilen. Berkat perkenalannya dengan Hermias yang kemudian menceritakan
bakat filsafat Aristoteles pada raja Makedonia, akhirnya dia diundang untuk
mendidik Iskandar Agung (Alexander the Great) yang berusia tiga tahun
saat itu. Iskandar Agung adalah pangeran penerus tahta kerajaan Makedonia.
Aristoteles mendidik Iskandar
Agung sekitar delapan tahun (ada yang mengatakan 3 tahun dan 5 tahun) dimulai
pada tahun 343 SM. Adapun materi filsafat yang diberikan beragam, mulai dari
kebudayaan dan sastra Yunani menggunakan buku The Iliad dan The Odyssey
karya Homerus, hingga materi filsafat: epistemologi, politik, etika hingga
metafisika. Termasuk juga logika, dialektika dan retorika. Selain itu, Iskandar
Agung dibuatkan buku panduan kenegarawanan oleh Aristoteles yang berjudul Monarchy
dan Colonies.
Mendirikan Lyceum
Delapan tahun kemudian, tepatnya
pada 335 SM, raja Philip meninggal dan digantikan oleh Iskandar Agung yang
terbilang masih belia. Aristoteles juga kembali ke Atena dan mendirikan sekolah
Lyceum. Pembangunan sekolah ini diduga disupport dana oleh Iskandar Agung,
termasuk dibangunkan perpustakaan yang terbilang megah.
Rasa terimakasih Iskandar Agung
juga diwujudkan dengan memperbaiki kota Stagira dan Olyntus yang sebelumnya
dihancurkan oleh raja Philip. Semua inisiatif itu atas permintaan Aristoteles.
Ini menunjukkan bahwa Aristoteles berpengaruh dalam kehidupan Iskandar Agung.
Peristiwa ini, sekaligus menjadi
indikasi kuat adanya “kongkalikong” antara Makedonia dengan Aristoteles untuk
menyerang Yunani. Sementara itu, Lyceum dibangun di hutan yang dekat dengan
kuil Apollo Lyceus karenanya diberi nama Lyceum untuk menghormati kuil tersebut.
Di situ Aristoteles tidak membeli
tanah untuk membangun sekolah. Sebagaimana dibicarakan di awal bahwa orang
asing tidak bisa memiliki properti di Yunani, sementara Aristoteles dianggap
bukan orang Yunani, walaupun Herodotus berbeda pendapat.
Di kampus yang didirikan itu,
Aristoteles mengajar sekitar 12 tahun. Pagi hari dia memberikan materi esoterik
pada murid-muridnya yang terpilih, sementara sore hingga malam hari dia
berceramah di hadapan publik yang lebih luas dan materi yang diberikan bersifat
populer.
Cara mengajar Aristoteles sambil
berjalan berputar-putar yang disebut peripatetos dan mengilhami nama
suatu kalangan yang menyandarkan pemikirannya pada Aristoteles, yaitu
peripatetik. Kelompok ini berkembang pesat di era pemikiran Islam klasik pada
abad 7 hingga ke 12 M, yang dalam bahasa Arab dikenal Masya’iyyah.
Di sekolah Lyceum Aristoteles
menulis karya yang berupa diktat-diktat kuliah yang kemudian di kelompokkan ke
dalam judul-judul tertentu oleh Andronikos dari Rodhos. Beberapa buku yang bisa
kita baca saat ini di antaranya: Politics, Athenian Constitution,
Nichomacean Ethics, Metaphysics. Seri logika (Organon) yang
meliputi Categories, The Interpretation, Analytics Prior, Analytics
Posterior, Topics, Sophistic Elenchi, On Rhetoric, dst.
Aristoteles memiliki murid yang
juga terekenal bernama Theosprastus. Konon dia yang menemaninya selama masa
hijrahnya dari Atena. Pada tahun 323 SM, Iskandar Agung meninggal. Mekedonia
kehilangan kepemimpinan, akibatnya gerakan anti Makedonia merebak di Atena.
Aristoteles menjadi salah figur yang disasar dalam gerakan tersebut.
Menyadari gerakan ini berbahaya
bagi keselamatannya, Aristoteles memilih pergi untuk kedua kalinya dari Atena.
Dia tidak ingin mengalami nasib yang sama seperti yang dialami Sokrates akibat
kekisruhan politik yang terjadi. Dia pindah ke Chalcis yang menjadi tanah
kelahiran ibunya. Lalu setahun kemudian, 322 SM, Aristoteles meninggal dunia. Inilah
akhir kisah hidup filsuf besar itu.
Jika kita kembali pada dugaan
awal, maka konspirasi Aristoteles dan Makedonia tetap menjadi suatu hipotesa.
Artinya, bisa jadi Aristoteles memberikan informasi penting bagi penyerangan
Makedonia atas Yunani mengingat kedekatan keduanya, tetapi bisa juga tidak karena
belum ada data konkrit yang bisa dijadikan bukti keterlibatan tersebut.
Untuk itulah hingga hari ini dugaan tersebut masih terus diteliti oleh para ahli. Poin pentingnya adalah apapun bentuk hubungan Aristoteles dengan Makedonia tidak akan mengubah sumbangsih besarnya dalam dunia filsafat.
0 Comments