Oleh: Herlianto. A
Ilustrasi bayi dalam alam rahim. (Foto: Pixabay) |
Mazhabkepanejn.com - Dua peristiwa besar semesta yang dialami manusia ialah
kelahiran dan kematian. Kelahiran sebagai peristiwa masa lalu, sementara
kematian sebagai peristiwa akan datang bagi kita yang hari ini masih bernafas.
Pada kelahiran tak ada yang mengingkari bahwa ada “kehidupan
dunia” pasca kelahiran, yaitu alam dunia. Sementara pada kematian sebagian dari
kita ada yang ragu-ragu bahkan tidak percaya bahwa ada “kehidupan akhirat”
pasca kematian. Kehidupan yang tidak bisa dilihat dari alam dunia.
Namun begitu, ada pelajaran analogis yang bisa dipetik dari
peristiwa kelahiran untuk setidaknya mempertimbangkan “dunia akhirat” pada level
mungkin (bukan mustahil).
Kehidupan bayi dalam rahim adalah pra kehidupan bagi dunia.
Semua bekal untuk menjalani kehidupan dunia di persiapkan di alam rahim.
Alat-alat pernafasan dibentuk di alam rahim, begitu juga dengan alat
pencernaan, dan organ lainnya.
Menariknya, organ-organ yang dibentuk di alam rahim itu justru tidak berfungsi di alam tersebut. Paru-paru bayi tidak bisa memompa udara di rahim, begitu juga mulut bayi tidak bisa minum. Jika bayi menarik nafas di rahim maka justru akan mati. Begitu juga jika mulut bagi minum di alam rahim ia juga akan mati.
Di lihat dari sudut pandang alam rahim, maka alam dunia yang
bernafas menggunakan paru-paru dan makan menggunakan mulut menjadi mustahil.
Karena segala perangkat dan bukti di alam rahim menunjukkan demikian.
Tetapi misterinya, begitu bayi lahir semua yang tidak
mungkin di alam rahim menjadi mungkin di alam dunia. Bahkan menjadi suatu
keharusan. Di alam dunia, bayi justru harus bernafas dengan paru-paru dan makan
minum dengan mulut. Jika, model kehidupan alam rahim diterapkan di alam dunia,
maka justru bayi akan mati.
Dengan kata lain, apa yang disebut tidak mungkin dari sudut
pandang alam rahim ternyata mungkin dan harus di alam dunia.
Dari fakta-fakta kelahiran ini, sebetulnya bisa membuka
kemungkinan adanya alam akhirat yang hari ini oleh sebagian dari kita dianggap
mustahil. Jadi, belajar dari peristiwa kelahiran, apa yang tidak mungkin pada
suatu alam bisa mungkin dan harus di alam yang lain.
Bekal-bekal kebaikan dan amal soleh di alam dunia mungkin
saja terlihat kurang berguna bagi diri, tetapi mungkin saja di alam akhirat hal
tersebut justru dibutuhkan dan diharuskan, sebagaimana bernafas mustahil di
alam rahim tetapi menjadi keharusan di alam dunia.
Agama memang telah lebih dulu menginformasikan hal ini.
Tetapi segala perangkat kita di alam dunia menunjukkan hal yang mustahil
terjadi di alam akhirat, sebagaimana alam rahim menunjukkan hal yang mustahil
di alam dunia. Begitulah sebagian kita menolak alam akhirat.
Namun yang jelas, kematian itu pasti sebagaimana pastinya kelahiran. Secara rasional, memang kelahiran tidak bisa memverifikasi keberadaan dunia akhirat. Tetapi kehidupan terbaik, adalah kehidupan yang selalu belajar memahami kehidupan masa depan dari apa yang telah terjadi di masa yang lalu.
0 Comments