Oleh: Helianto. A
Apa
resep dukun sehingga dia dipercaya oleh “pasiennya”? Pertanyaan ini muncul kala
pandemi menyergap hingga di kepualaun tempat saya lahir, Masalembu. Kepulauan
dengan kuntur sosial masyarakatnya yang tidak “well educated”. Singkatnya,
banyak orang sakit, tak sedikit juga yang meninggal, dan salah satu jalan
pengobatannya ke dukun.
Tak
terkecuali saya juga diserang penyakit. Penyakit ini menurut anggapan orang
Masalembu memang biasa terjadi dalam hitungan tahun. Orang tua menyebutnya, ini
musim “watowana accem” (musim asam matang). Cuaca lebih dingin biasanya
menyabkan ngilu-ngilu di sekujur persendian, disertai demam yang cukup tinggi.
Akupun
disarankan ke dukun. Mendengar saran ini, sisi rasional (worldview positivistik) memberontak. Tapi, setelah dipikir,
rasional itu justru bersikap terbuka dengan sesuatu yang berbeda. Ini kesempatan
bagus untuk “mengalami” berhadapan dengan dukun. Saya membawa satu pertanyaan
tadi yang ingin diselidiki: apa resep dukun sehingga dia dipercaya oleh “pasiennya”?
Saya
“diobati” (bahasa Maduranya “ejhepaeh”)
oleh dua dukun. “Ejhepaeh” bermakna
diobati dengan menggunakan mantra atau bacaan-bacaan tertentu. Jadi tidak
diobati dengan obat sebagaimana dokter melakukannya. “Jhepah” itu lebih tepat sebetulnya, bahasa Indonesia yang padan
dengan kata ini mungkin “jampi-jampi”.
Kemudian,
masing-masing dukunpun datang di hari yang berbeda, yaitu selang dua hari.
Dalam “pengamatan” saya ada beberapa kesamaan cara berpraktik dua dukun ini, di
antaranya: media, mantra, dan pasca pengobatan.
Setiap
dukun menggunakan media, meskipun jenis medianya berbeda, dukun 1 menggunakan
garam dan gula, sementara dukun 2 menggunakan keris. Kedua, sama-sama
menggunakan mantra yang dibacakan pada air, lalu air ini diminta untuk diminum
secara rutin dan bertahap.
Sampai
di dua poin ini sebetulnya dukun masih tak punya legitimasi di mata sang
pasien. Belum diyakini menyembuhkan sepenuhnya. Barulah pada poin ke tiga, poin
di mana menurut saya sangat penting bagi masa depan “profesi” dukun. Dia mulai
bercerita berbagai pasien yang telah berhasil disembuhkan menurutnya.
Dia
akan mengatakan “anu itu dulu kena ini dan kena itu, alhamdulilah sekarang
sudah sehat. Tentu saja karena yang mahakuasa, saya hanya perantaranya,”. Petikan
“saya hanya perantaranya” ini bernilai penting, artinya sang dukun perantara
yang dipercaya dan memiliki otoritas tertentu.
Oleh
karena itu, pasien mestinya yakin sebagaimana orang sebelumnya yang “diobati”
yang bisa sembuh. Saya kira cara menjelaskannya cukup persuasif, sehingga
psikologi pasien yang tersentuh. Pasien merasa tenang lalu memiliki harapan
yang cukup besar untuk sembuh.
Saya
kira keberhasilan dukun “mengobati” pasiennya, bukan pada media yang digunakan
dan juga bukan mantra yang dibacakan, tetapi pada keberhasilan dia membangun
harapan pasien sehingga motivasi dan keyakinannya tumbuh. Bagi orang sakit,
tentu saja, satu modal penting untuk bisa sembuh adalah motivasi dan keyakinan untuk
sembuh itu sendiri.
Inilah,
dalam kesimpulan sementara saya, sebab mengapa dukun dipercaya oleh pasien.
Selain itu, ada faktor sosial pemerataan kesehatan yang tak kunjung tiba ke
daerah-daerah terpencil seperti di Masalembu. Untuk pulau Masalembu saja dengan
jumlah pendudukn 20 ribu lebih, hanya 2-3 dokter di Puskesmas.
Itupun,
jika dokter dari daratan itu pulang, maka berbulan-bulan tidak balik lagi.
Dalam suasana seperti ini, perawat-perawat yang tidak jelas izin praktikknya
memanfaatkan momentum membuka “kedai pengobatan,”. Orang Masalembu menyebutnya “asuntik”,
yaitu datang ke perawat minta disuntik. Disuntik apa, untuk penyakit apa, tidak
jelas. Potensi mal praktik yang sangat tinggi.
Jadi
orang Masalembu lebih mudah menemukan dukun daripada pada mencari dokter. Belum
lagi besaran biaya yang harus dibayar, ke dokter bisa merogoh sampai Rp. 100
ribu, apalagi jika datang ke rumah dokter.
Uang
yang sangat besar nilainya, perbandingannya dengan harga makanan di pulau ini,
yaitu Rp. 4 ribu sudah kenyang.Sementara itu, untuk dukun cukup “asalabet” yaitu memberi uang seikhlasnya
dan semampunya tanpa tarif.
Jadi itulah mengapa sampai hari ini, dukun masih dipercaya oleh sebagian orang untuk mengobati penyakit yang dialaminya.
0 Komentar