Dukun: Mengapa Diminati?

Oleh: Helianto. A

Sumber: Pixabay

Apa resep dukun sehingga dia dipercaya oleh “pasiennya”? Pertanyaan ini muncul kala pandemi menyergap hingga di kepualaun tempat saya lahir, Masalembu. Kepulauan dengan kuntur sosial masyarakatnya yang tidak “well educated”. Singkatnya, banyak orang sakit, tak sedikit juga yang meninggal, dan salah satu jalan pengobatannya ke dukun.

Tak terkecuali saya juga diserang penyakit. Penyakit ini menurut anggapan orang Masalembu memang biasa terjadi dalam hitungan tahun. Orang tua menyebutnya, ini musim “watowana accem” (musim asam matang). Cuaca lebih dingin biasanya menyabkan ngilu-ngilu di sekujur persendian, disertai demam yang cukup tinggi.

Akupun disarankan ke dukun. Mendengar saran ini, sisi rasional (worldview positivistik) memberontak. Tapi, setelah dipikir, rasional itu justru bersikap terbuka dengan sesuatu yang berbeda. Ini kesempatan bagus untuk “mengalami” berhadapan dengan dukun. Saya membawa satu pertanyaan tadi yang ingin diselidiki: apa resep dukun sehingga dia dipercaya oleh “pasiennya”?

Saya “diobati” (bahasa Maduranya “ejhepaeh”) oleh dua dukun. “Ejhepaeh” bermakna diobati dengan menggunakan mantra atau bacaan-bacaan tertentu. Jadi tidak diobati dengan obat sebagaimana dokter melakukannya. “Jhepah” itu lebih tepat sebetulnya, bahasa Indonesia yang padan dengan kata ini mungkin “jampi-jampi”.

Kemudian, masing-masing dukunpun datang di hari yang berbeda, yaitu selang dua hari. Dalam “pengamatan” saya ada beberapa kesamaan cara berpraktik dua dukun ini, di antaranya: media, mantra, dan pasca pengobatan.

Setiap dukun menggunakan media, meskipun jenis medianya berbeda, dukun 1 menggunakan garam dan gula, sementara dukun 2 menggunakan keris. Kedua, sama-sama menggunakan mantra yang dibacakan pada air, lalu air ini diminta untuk diminum secara rutin dan bertahap.

Sampai di dua poin ini sebetulnya dukun masih tak punya legitimasi di mata sang pasien. Belum diyakini menyembuhkan sepenuhnya. Barulah pada poin ke tiga, poin di mana menurut saya sangat penting bagi masa depan “profesi” dukun. Dia mulai bercerita berbagai pasien yang telah berhasil disembuhkan menurutnya.

Dia akan mengatakan “anu itu dulu kena ini dan kena itu, alhamdulilah sekarang sudah sehat. Tentu saja karena yang mahakuasa, saya hanya perantaranya,”. Petikan “saya hanya perantaranya” ini bernilai penting, artinya sang dukun perantara yang dipercaya dan memiliki otoritas tertentu.

Oleh karena itu, pasien mestinya yakin sebagaimana orang sebelumnya yang “diobati” yang bisa sembuh. Saya kira cara menjelaskannya cukup persuasif, sehingga psikologi pasien yang tersentuh. Pasien merasa tenang lalu memiliki harapan yang cukup besar untuk sembuh.

Saya kira keberhasilan dukun “mengobati” pasiennya, bukan pada media yang digunakan dan juga bukan mantra yang dibacakan, tetapi pada keberhasilan dia membangun harapan pasien sehingga motivasi dan keyakinannya tumbuh. Bagi orang sakit, tentu saja, satu modal penting untuk bisa sembuh adalah motivasi dan keyakinan untuk sembuh itu sendiri.

Inilah, dalam kesimpulan sementara saya, sebab mengapa dukun dipercaya oleh pasien. Selain itu, ada faktor sosial pemerataan kesehatan yang tak kunjung tiba ke daerah-daerah terpencil seperti di Masalembu. Untuk pulau Masalembu saja dengan jumlah pendudukn 20 ribu lebih, hanya 2-3 dokter di Puskesmas.

Itupun, jika dokter dari daratan itu pulang, maka berbulan-bulan tidak balik lagi. Dalam suasana seperti ini, perawat-perawat yang tidak jelas izin praktikknya memanfaatkan momentum membuka “kedai pengobatan,”. Orang Masalembu menyebutnya “asuntik”, yaitu datang ke perawat minta disuntik. Disuntik apa, untuk penyakit apa, tidak jelas. Potensi mal praktik yang sangat tinggi.

Jadi orang Masalembu lebih mudah menemukan dukun daripada pada mencari dokter. Belum lagi besaran biaya yang harus dibayar, ke dokter bisa merogoh sampai Rp. 100 ribu, apalagi jika datang ke rumah dokter.

Uang yang sangat besar nilainya, perbandingannya dengan harga makanan di pulau ini, yaitu Rp. 4 ribu sudah kenyang.Sementara itu, untuk dukun cukup “asalabet” yaitu memberi uang seikhlasnya dan semampunya tanpa tarif.

Jadi itulah mengapa sampai hari ini, dukun masih dipercaya oleh sebagian orang untuk mengobati penyakit yang dialaminya.  

Posting Komentar

0 Komentar