Oleh: Herlianto. A
Gus Baha', UAH dan UAS. (Foto: Istimewa)
Mazhabkepanjen.com - Sowannya Felix ‘muallaf’ Siau ke Gus Baha' menjadi penanda simbolik bahwa dia dan barisannya telah “keok” di jagad dakwah Islam di Indonesia. Barisan Felix dalam hal ini, termasuk Ustaz Adi Hidayat (UAH) dan Ustaz Abdus Somad (UAS), setidaknya dalam bab politik.
Sebelum
Gus Baha' “dimunculkan” ke publik, tiga sosok tersebut memang yang paling
dominan menggoyang jagad dakwah, terutama di media sosial. Lebih-lebih
menjelang kontestasi pilres 2019 kemaren. UAS dan UAS sampek pegang-pegang
Prabowo, menggelikan sebetulnya.
UAH-UAS
sering menampilkan ceramah-ceramah yang kaku terutama dalam hal fikih yang
dioplos dengan isu politik. Dakwah fikih mereka seperti dedaunan yang meranggas
di musim kemarau. Tetapi toh, di kalangan penyuka hal-hal kekakuan macam
begitu, keduanya begitu poluler.
Memang
pasukan mereka lebih dulu merambah medsos sehingga subcriber dan follower lebih
melimpah. Itulah modal utama mereka untuk menari-nari di panggung dakwah
Indonesia. Tetapi kemudian, segalanya berubah ketika Gus Baha' dimunculkan ke
publik.
Sosok
alim satu ini, dalam sekejap mampu membalikkan keadaan dan merontokkan pamor
UAH-UAS di jagad medsos. Itupun, hanya melalui rekaman-rekaman suara yang diunggah
oleh para murid santri Mbak Maimun Zubair tersebut.
Gus
Baha' mampu memberikan nyanyian dakwah yang lebih merdu, enak didengar, fleksibel,
dan sederhana. Sehingga Islam tampil begitu ramah, sederhana, dan mudah dilakukan
umatnya dalam kondisi apapun. “Berislam itu harus enjoy,” kata Gus Baha' dalam
beberapa kesempatan.
Slogan
yang jika dipikir-pikir berkebalikan dengan UAH-UAS yang selalu tegang saat
membawakan lagunya di panggung dakwah. Juga, terdengar selentingan jumlah
bayaran yang harus dibayarkan untuk mengundang keduanya. Persis seperti
mengundang artis. Walapun belum ada klarifikasi yang jelas dari pihak mereka.
Kini,
alhamdulillah, lagu-lagu UAH dan UAS mulai tidak laku di pasaran medsos.
Lagu-lagu mereka hanya didengar oleh orang-orang yang sudah terlanjur menjadi
subscriber dan follower dan fanatik, yaitu orang-orang yang susah dibilangin.
Baca Juga:
Suatu
hari, saya bertemu dan ngobrol dengan seorang
santri alumni Ponpes Al Anwar Sarang, Rembang yang juga tempat Gus Baha' belajar. Ceritanya, memang sudah lama kiai bernama lengkap Ahmad Bahauddin
Nursalim itu menjadi perbincangan di kalangan santri di Sarang.
Menariknya,
keilmuan Gus Baha' bukanlah seperti orang nerima rezeki nomplok, yang di dapat
begitu saja. Menurut cerita santri itu, dia dikenal sebagai pembelajar
yang ulet dan tekun. Prinsipnya: belajar, belajar, dan belajar. Karena itulah
setiap waktu Gus Baha' diketahui sedang belajar, sekalipun saat bersantai.
Saat
ngopi sambil belajar. Bahkan, dia membayari temannya untuk ngopi asalkan
mau belajar bersama. Para santri Sarang tidak heran jika keilmuan Gus Baha' sebegitu luar biasa, karena memang melalui proses belajar yang berdarah-darah,
tidak instan.
Selain
itu, masih menurut santri tadi, dia memiliki metode unik dalam belajar.
Jika sebagian santri belajar langsung datang mendengarkan penjelasan kiainya.
Tetapi tidak dengan Gus Baha'.
Dia
biasa memperdebatkan dengan temannya topik yang akan disampaikan oleh sang
guru, serta membaca literatur kitab-kitab yang berhubungan dengan topik
tersebut. Baru setelah itu, ikut ngaji di hadapan kiai. Jadi Gus Baha' mendapat tashih di hadapan kiai tentang apa yang telah diperdebatkan
sebelumnya.
Bahkan,
Gus Baha' dikenang suka berdebat di Sarang. Konon, suatu waktu dia berdebat
dengan Mbah Naji, putra Mbah Maimun yang disebut-disebut paling alim. Dalam
perdebatan itu, keduanya adu argumen dan saling ngotot.
“Tapi
Mbah Naji bilang, Ha' saya ini Gusmu, tetapi Gus Bahak rupanya juga menjawab, loh
saya ini juga Gus, itu kenakalan Gus Bahak dalam berpikir yang dikenang, dan
cerita ini viral. Tetapi setelah itu Gus Bahak minta maaf sama Mbah Naji,” ujar
santri itu menceritakan.
Dilihat
dari cerita ini, sungguh mengesankan bagaimana agama dipelajari oleh Gus Baha'.
Tidak sekedar doktriner yang sekejap lalu mengkafirkan orang lain. Lalu sok-sok
mengutip ayat dan hadis sampai muak.
Jika
diamat-amati dia tidak sesering UAH-UAS dalam mengutip nash. Dia
berbicara dengan bahasa dakwah yang mudah, tidak sok merumitkan agama.
Karenanya, penerimaan dia begitu fenomenal di semua kalangan. Begitulah
memang agama didakwahkan oleh para walisongo di tanah Jawa.
Alhasil, si Felix ‘muallaf’ Siau merasa perlu ke sowan ke dhalem Gus Baha', untuk mendapatkan suaka baru di medsos. Dan, tentu untuk mencuci diri dari label HTI yang sering dialamatkan ke dia. Akhirnya, harus kita akui bahwa UAH-UAS dan Felix telah terkapar di jagad medsos.
0 Comments