Oleh: Herlianto. A
Ilustrasi Deduksi dan Induksi. Foto/Pixabay |
Mazhabkepanjen.com
- Deduksi dan induksi adalah dua metode menalar yang biasa dipakai seseorang
dalam kajian apa pun termasuk dalam kajian filsafat. Dua metode ini kadang
dipertentangkan satu sama lain. Sehingga kadang harus milih salah satunya untuk
menalar.
Sebelum
lebih jauh membahas pertentangan keduanya, saya perlu mendudukkan konsep Deduksi dan Induksi terlebih dahulu. Deduksi biasa dikenal menalar atau
mengetahui yang khusus atau partikular dari yang umum. Penerapan persisnya ada
pada yang kita sebut silogisme.
Misalnya:
Setiap mahluk hidup membutuhkan makanan
(A). Kuda adalah mahluk hidup (B), maka kuda membutuhkan makanan (C).
Jadi
pengetahuan kita bahwa kuda membutuhkan makanan diperoleh melalui dua proposisi dua
sebelumnya. Dua proposisi itu biasa dikenal proposisi mayor (A) dan proposisi
minor (B).
Dari
situ dapat dilihat bahwa penyimpulan dalam deduksi tidak pernah melampaui
premis-premisnya. Artinya, setiap mahluk
hidup mebutuhkan makan, dan kuda
adalah mahluk hidup maka kesimpulannya sudah pasti kuda butuh makan, tidak bisa kesimpulannya kuda tidur atau kuda minum
mopi. Kesimpulan dalam deduksi pasti benar jika premis-premisnya benar.
Sementara
induksi menyatakan bahwa pengetahuan yang umum itu justru diperoleh melalui
yang khusus atau partikular. Tak ada pengetahuan umum yang muncul dengan sendirinya
tanpa proses induksi.
Baca Juga: Fashion Prangka Seksual
Jadi
kalau contoh tadi: setiap makhluk hidup
butuh makan sebagai proposisi umum. Maka proposisi ini diperoleh dari
pengetahuan-pengetahuan yang khusus.
Kalau
diterapkan pada induksi, jadinya begini: ada
kuda makan, ada sapi makan, ada ayam makan, manusia makan, dst. Dan, ternyata semua itu adalah mahluk yang hidup.
Maka disimpulkan, berarti setiap yang hidup membutuhkan makan.
Kalau demikian, dari dua metode ini mana yang lebih dulu dipakai oleh manusia? Atau mana yang lebih otentik? Mana yang bersandar pada yang lain, induksi atau deduksi? Apakah semua yang dianggap deduksi itu hanyalah penerapan lain dari hasil induksi?
Coba
kita simulasikan begini: kalau kita mau naik pesawat terbang. Kita tidak perlu
memeriksa sendiri kondisi pesawat untuk memastikan bisa terbang dengan baik
atau tidak. Kita tak perlu ngecek mesinnya, ketersediaan bahan bakarnya, tidak
perlu ngecek baling-balingnya, dst.
Kita
cukup yakin bahwa kondisi pesawat sedang baik-baik saja, beli tiket dan
terbang. Dalam peristiwa ini, kita cenderung deduktif terhadap kondisi pesawat. Bahwa setiap pesawat
yang tersedia di bandara itu bisa terbang dengan baik.
Tetapi
bagi bagi pemilik pesawat, pesawat tidak bisa disimpulkan deduktif kondisi baik
tidaknya. Mereka perlu memastikan pesawat itu baik, maka harus ngecekin
satu-satu. Lalu memastikan pesawat A misalnya, siap terbang.
Berarti
induksi lebih mendasar. Karena sebelum pesawat dibawa ke bandara disiapkan
untuk terbang, sejumlah mekanik melakukan pemeriksaan secara induktif. Kalau
begitu, tidak perlu deduksi? Toh semuanya bisa dibuktikan secara induktif?
Tetapi,
persoalannya seseorang dalam hidupnya tidak akan pernah mampu membuktikan
secara induktif semua pengetahuan yang dia punya.
Misalnya,
air mendidih di suhu 100 derajat celcius. Proposisi ini diketahui dengan
melakukan uji coba memanaskan air di dapur dan di berbagai tempat di bumi. Tapi
apakah air juga akan mendidih dengan suhu 100 derajat celsius bila dipanaskan
di planet lain. Atau merebus mie di galaksi yang lain apakah bisa matang dengan
suhu 100 celsius.
Baca Juga: Andai HOS Tjokroaminoto Masih Hidup, Sebuah Imajinasi
Nah,
seorang yang memegang teguh induksi untuk membuat hukum kapan air mendidih, dia
harus melakukan semua pengujian di beberapa planet, dan di beberapa galaksi. Itu
rasanya sangat sulit untuk tidak mengatakan tidak mungkin. Dan, bisa jadi di
tempat berbeda air tidak mendidih di suhu 100 derajat celsius.
Kemudian
hasil penalaran induksi sepertinya tidak bisa diterapkan untuk masa yang akan
datang. Jika hari ini air mendidih di suhu 100 derajat celsius, apakah juga
akan mendidih di waktu 100 tahun yang akan datang. Belum tentu. Jika misalnya,
kondisi dan suhu bumi berubah, maka akan berubah juga syarat mendidih itu.
Berikutnya
induksi juga tidak membuktikan sebab dari sesuatu. Dari peristiwa setiap
meletakkan air di atas api lalu air mendidih tidak membuktikan bahwa api adalah
sebab mendidihnya air. Proses peletakan air di atas api hanya sebuah peristiwa
berurutan dan tidak menyebutkan bahwa apilah penyebab panas itu.
Tapi,
kita berpegang teguh hanya pada penalaran deduksi saja juga tidak bisa karena
ada banyak hal dalam pengetahuan kita yang diperoleh atau hanya bisa dibuktikan
melalui induksi. Misalnya, kita punya pupuk baru.
Lalu
untuk memastikan bahwa pupuk itu bagus untuk tanaman, tidak bisa dengan berapriori
bahwa semua pupuk bagus untuk tanaman. Karena bisa jadi pupuk yang baru itu
tidak cocok untuk semua tanaman. Karena itu perlu ujicoba yang sifatnya
partikular atau khusus.
Jadi
keterkaitan antara Deduksi dan Induksi tidak sepenuhnya beroposisi tetapi juga
tidak sepenuhnya linear. Artinya, ada kalanya keduanya beroposisi dan ada
kalanya linear tergantung situasi dan kebutuhan di mana kita menggunakan dua
metode tersebut.
Cara Menerbitkan Artikel di Mazhabkepanjen.com
*) Naskah dikirim ke email: mazhabkepanjen21@gmail.com
*) Redaksi berhak tidak menayangkan artikel yang tidak sesuia dengan kaidah dan filosofi Mazhabkepanjen.com
0 Komentar