Oleh: Herlianto. A
Tiga pasang Capres dan Cawapres di Pemilu 2024. Foto/MK |
Mazhabkepanen.com - Tiga pasang capres yang akan berkontestasi
di Pilpres 2024 telah ditentukan. Saya sebagai salah satu warga yang punya hakpilih mulai menimbang-nimbang dari ketiga pasangan ini, tetapi apakah nanti
saya menggunakan hak pilih saya atau golput, itu hal lain.
Yang pasti masing-masing pasangan Capres
ini punya kelebihan dan kekurangannya. Kelebihan yang saya maksud adalah yang
membuat warga mau memilih mereka, sementara kekurangan yang saya maksud adalah
yang kiranya membuat warga tak mau memilih pasangan itu. Apa saja kelebihan dan
kekurangan dari tiga pasang Capres 2024 ini? Mari kita mulai.
Pasangan
Anies-Muhaimin
Saya akan mulai dari pasangan
Capres-Cawapres pertama, yaitu Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar. Memang mereka
berdualah yang pertama kali mendeklarasikan diri sebagai pasangan Capres Pemilu
2024, yang kemudian disebut pasangan Amin. Pasangan yang diusung oleh Koalisi
Perubahan ini promosinya sudah gencar di berbagai media dan platform.
Baca Juga: Mahasiswa Kok Nyalon DPR
Kelebihan AMIN adalah pasangan baru dan
orang baru. Karena itu, ada harapan bahwa mereka bisa melakukan perubahan besar
di bangsa ini. Lebih-lebih kekuatan personal mereka, Anies dikenal sebagai intelektual
yang basisnya dari akademisi, sementara Cak Imin politisi ulung yang kiprah
politiknya kita semua tahu, bahkan mendapat julukan si kancil. Artinya dia
sangat cerdik dalam berpolitik.
Anies sejak awal merepresentasikan diri
dari kalangan Islam yang dianggap agak kaku, tetapi sebaliknya Cak Imin
merepresentasikan diri dari kalangan Islam yang lentur, barang kali kolaborasi
keduanya menjadi satu harmoni yang bagus.
Anies dan Muhaimin memiliki latar
belakang organisasi mahasiswa yang berbeda. Muhamin dari PMII sementara Anies
dari HMI. Perbedaan ini bisa menjadi kelebihan, paling tidak bagi beberapa
kader dan alumni di dunia organisasi mahasiswa tersebut. Kita tahu dua
organisasi mahasiswa ini termasuk yang terbesar di Indonesia.
Sementara itu kekurangannya: Anies
dianggap banyak berpihak pada komunitas muslim yang kaku, kecuali mungkin
orang-orang PKS mau ikut tahlilan dan ziarah kubur. Anies dianggap terlalu banyak beretorika,
mengolah kata. Makanya ada sebutan, Anies bukan pandai menata kota, tetapi
menata kata.
Baca Juga: Pancasila Itu Ideologi, Ini Penjelasan Sukarno
Sementara itu Cak Imin, ada “hantu” yang
membayanginya, yaitu kasus kardus durian yang bisa kapan pun menyeret dia.
Walaupun sampai sekarang, kasus ini belum ada kejelasan. Kemudian, dia bagi
sebagian orang dianggap pembangkang pada Gus Dur, bahkan sebutannya merebut
partai Gus Dur. Barangkali itu yang membuat NU hari ini tak seperti sebelumnya,
jauh lebih tegas mengatakan bahwa PKB bukan partai NU.
Pasangan
Ganjar-Mahfud
Pasangan Ganjar Pranowo dan Mahfud MD. Mereka
berdua dianggap kaya pengalaman di birokrasi, terutama Mahfud MD. Dia sudah
menjelajahi mulai dari posisi eksekutif, legislatif dan yudikatif. Begitu juga
Ganjar di Gubernur Jawa Tengah. Ada aura keberanian untuk membongkar
kasus-kasus hukum sebagaimana sering Mahfud lakukan belakangan ini.
Ganjar yang juga mantan aktivis GMNI
merepresentasikan diri sebagai kalangan nasionalis mengakomodir tak hanya
kalangan agamis, bahkan lebih plural dari itu. Sementara Mahfud, yang sekaligus
mantan aktivis HMI, selain sebagai akademisi hukum kawakan juga
merepresentasikan diri dari kalangan moderat. Unsur ke-NU-annya ada. Dia
dianggap orang yang diberikan kepercayaan besar oleh Gus Dur. Integritas,
keberanian dan ceplas ceplosnya tidak diragukan lagi.
Adapun kelemahan pasang Ganjar-Mahfud
adalah mereka berangkat dari partai incumbent, meskipun keduanya orang baru.
PDIP, pengusung mereka adalah the ruling
party, yang bisa jadi dianggap sudah cukup diberi kesempatan selam 10 tahun
atau dua periode, melalui petugas partainya Jokowi. Toh hasilnya juga tidak
jauh lebih baik dari era SBY sebelumnya.
Koruptor masih banyak, yang kabur tidak
ketangkap juga ada. Bahkan soal perjapajakan yang menunjukkan angka hingga
ratusan triliun yang pernah disuaran Mahfud belum ada kejelasan hingga hari
ini. Mahfud sendiri, dianggap telah diberikan kesempatan juga dalam kabinet untuk
mengatasi kasus hukum, tapi sepertinya dianggap belum signifikan.
Belum lagi persoalan-persoalan di Jawa Tengah
melibatkan kepemimpinan Ganjar, misalnya soal Wadas, Kendeng, dst. Yang
dianggap tidak tuntas, banyak kekecewaan yang dialami warga di sana. Isu yang
sepertinya juga akan terus digulirkan yaitu kasus E-KTP, yang pernah menyebut
nama Ganjar.
Prabowo-Gibran
Lalu pasangan terakhir, Prabowo-Gibran.
Pasangan ini sepertinya paling dramatis ketimbang dua pasangan yang lain.
Karena menyangkut putusan MK yang dinilai tidak tepat dan penuh kepentingan
dinasti, kemudian Gibran sendiri adalah kader PDIP yang mencolot. Tetapi apa pun
itu, pasangan ini tetap punya kelebihan dan kekurangannya.
Kelebihannya, Prabowo adalah mantan
militer dan pengalaman internasionalnya terbilang baik dibanding dua pasangan
yang lain. Untuk itu, diyakini bisa memimpin Indonesia dengan lebih tegas dan
bisa berbicara banyak di ajang internasional. Dia ketua partai yang bisa
mengambil keputusan penuh di partainya tanpa direcoki oleh atasan di partainya
sebagaimana dialami oleh para capres petugas partai.
Gibran sendiri, walaupun mungkin
kapasitasnya masih diragukan, tetapi dicitrakan sebagai kelanjutan Presiden
Jokowi yang mungkin kekuatan masanya masih besar. Orang yang masih ingin Jokowi
memimpin maka akan lari ke Gibran. Dia anak muda yang mungkin belum banyak
terkontaminasi oleh beban jasa-jasa politik yang membuatnya tersandera.
Sementara kelemahannya, Prabowo ini
sebetulnya orang lama. Boleh dibilang dia sisa orde baru, yang itu tak mungkin
dihapuskan. Sudah tiga kali berkontestasi di Pilpres tapi gagal terus.
Kemudian, ada “hantu masa lalu” yang terus membayangi langkahnya, yaitu dugaan
pelanggaran HAM melalui tim mawar yang menculik belasan aktivis reformasi.
Begitu juga Gibran, sebagai anak
presiden maka aroma dinastinya sangat terasa. Bagi mereka yang tidak suka
dengan politik dinasti akan berpaling dari Prabowo. Terlebih dia dianggap masih
terlalu bocil untuk mengurus negara, dianggap masih butuh pengalaman yang jauh
lebih besar dan lebih luas serta lebih kompleks. Pengalaman dia satu-satunya di
bidang politik adalah menjadi wali Kota Solo.
Itulah yang menjadi kekuatan dan kelebihan dari masing-masing tiga pasangan Capres dan Cawapres di Pemilu 2024 yang akan datang. Tentu kalau mau ditelisik lebih jauh, masih ada lagi apa yang menjadi kelebihan dan kelemahan mereka. Ini penting saya kira, terutama bagi mereka yang ingin menggunakan hak pilihnya di Pemilu 2024 nanti.
0 Comments