Oleh: Herlianto. A
Ilustrasi asal usul Metafisika. Foto/Edited |
Mazhabkepanjen.com - Salah satu istilah filsafat yang mengalami penyesatan adalah istilah METAFISIKA. Istilah ini dalam penggunaan publik sehari-hari, diidentikkan dengan sesuatu yang tak terjangkau, yang mistik, gaib, non fisik, yang tidak terjelaskan. Sesuatu yang misterius. Lalu orang menyebutnya itu adalah alam metafisika.
Pemahaman
ini kalau kembali ke maksud awal kajian metafisika dalam filsafat Yunani adalah
keliru. Metafisika justru mau menjangkau dan mau menjelaskan sebab-sebab utama
dari segala sesuatu atau dari segala yang ada. Karena itu, metafisika mau
membuka misteri, mau menyingkap yang gaib bukan menggaibkan sesuatu. Pemahaman singkat yang
biasa digunakan dalam filsafat itu, bahwa metafisika membahas yang ada sebagai
yang ada (being qua being).
Artikel ini mau
membahas asal mula kajian metafisika melalui buku Aristoteles yang berjudul Metafisika.
Asal Mula Kata
Metafisika
Pertama
saya memulai dari soal istilah metafisika itu sendiri. Kata metafisika pertama
digunakan oleh Andronikos dari Rhodos pada tahun 70 SM. Saat itu dia memberi judul
karya Aristoteles yang tak berjudul. Aristoteles punya kampus namanya Lyceum.
Dia ngajar di situ dan banyak diktat-diktat kuliah yang belum tertata menjadi
sebuah buku.
Baca Juga: Pemikiran Emile Durkheim
Lalu
Andronikos mendapat tugas melakukan sistematisasi dan menyunting karya-karya
Aristoteles. Dikelompokkanlah
menjadi beberapa karya, misalnya Organon
karya yang berbicara soal alat berpikir atau logika. Karya
yang masih berpengaruh sampai hari ini, mustahil kita bisa ngomong logika tanpa
Aristoteles.
Kemudian
ada membahas tentang fisika, astronomi, jiwa, binatang dst. Ada satu diktat tidak membahas logika dan tidak membahas
fisika dan tak ada judulnya. Andronikos ini bingung karena tanpa judul, diberilah judul TA
META TA PHYSICA artinya yang datang setelah fisika.
Jadi
pemberian judul itu tidak ada hubungannya dengan isi pembahasan dalam buku
metafisika, melainkan hanya berkaitan dengan waktu penyuntingannya, yaitu setelah
yang fisika.
Judul ini kalau dikaitkan dengan isi bukunya sepertinya
kurang pas, karena buku Metafisika itu
membahas apa yang mengawali yang fisika, sebab dari segala sebab, jadi bukan
yang datang setelah fisika, dalam arti penyebaban itu. Fisika itu
adalah akibat dari yang metafisika, karena ia akibat secara konsepsi ia datang
berikutnya.
Aristoteles
sendiri menggunakan istilah filsafat pertama (prote philosophy) bukan metafisika saat membahas sebab segala sebab. Artinya, istilah itu memang tidak tepat.
Tapi metafisika sudah umum diterima sebagai
suatu istilah yang merujuk pada realitas utama (ultimate reality) alam semesta ini. Maka saya pun menggunakan
istilah itu. Lalu, bagaimana Aristoteles membahas metafisika ini?
Ini poin pentingnya. Aristoteles dalam buku
itu ingin mencari sebab dari segala sebab. Sebab yang tidak lagi disebabkan
tetapi bisa menyebabkan, atau sebab yang bisa menggerakkan tetapi tidak
digerakkan. Yang biasa dikenal sebagai unmoved
mover, prima causa.
Baca Juga: Keberanian dan Kelicikan dalam Filsafat Machiavelli
Pencarian
ini kata Aristoteles, akan dilakukan oleh semua manusia yang akalnya sehat. Pertanyaan mengapa sesuatu ada, siapa yang mengadakan
adalah pertanyaan yang sangat manusiawi. Orang yang sehat akalnya akan mempertanyakan
itu.
Tapi
ingat, kata dia, pencarian ini membutuhkan waktu luang yang banyak. Di zaman
dia hanya dilakukan oleh orang-orang yang finansialnya cukup,
oleh orang-orang kaya. Aristoteles sendiri secara ekonomi disupport oleh
Alexander The Great atau Iskandar Agung yang tak lain adalah muridnya sendiri. Seorang penguasa kerajaan Makedonia.
Aristoteles
membedakan ilmu produktif dan ilmu teoretis. Metafisika masuk ke dalam ilmu
teoretis, jadi tidak menghasilkan produk apa pun yang bisa dijual untuk makan. Di
sini kadang pelajar filsafat menyerah, karena tak dapat kerja dan seterusnya.
Poin Buku Metafisika
Dalam
buku Metafisika, Aristoteles
mengkritik berbagai pandangan tentang sebab para pemikir sebelumnya, mulai dari
Thales, Anaxagoras, Empedokles, Demokritos termasuk pemikiran gurunya sendiri
Plato. Bahkan kritik terhadap metafisika Plato adalah yang paling panjang dan paling
serius di antara kritik terhadap pemikir lainnya. Wajar kalau ada anggapan bahwa
Aristoteles membangkang secara pemikiran atas Plato, dan itu sangat biasa dalam
filsafat.
Untuk mengkritik para pemikir
pendahulunya, Aristoteles membuat pemetaan sebab, atau jenis-jenis sebab. Ada 4
sebab dalam hal ini, dan ini jamak dibahas. Pertama sebab esensial atau formal. Ini yang
membahas mengapa sesuatu sebagaimana adanya. Jadi disebut kursi itu karena
bentuknya kursi.
Kedua, sebab material. Jadi sesuatu eksis atau mewujud itu karena tidak
hanya ada bentuknya tetapi juga ada materinya. Jadi kursi itu tidak hanya
gambaran kursi tetapi ada kayunya yang berbentuk kursi. Kemudian yang ketiga adalah sebab gerak. Yang biasa dikenal sebagai
sebab efisien (efficient cause). Jadi kalau contohnya kuris tadi, maka sebab
efisien adalah orang yang membuat kursi.
Sebab ini menarik kalau dikaitkan dengan
semesta. Kalau semesta ini adalah sebuah esensi yang memiliki bentuk dan
materi. Maka siapa sebab efisiennya. Pendeknya kalau semesta ini adalah ciptaan
lalu siapa yang menciptakan? Di mana dia?
Lalu keempat sebab final, sebab tujuan. Segala sesuatu itu mengada atau diadakan
karena suatu tujuan tertentu. Membuat kursi karena ada
tujuan untuk tempat duduk atau mungkin untuk dijual.
Tak
ada suatu penciptaan yang tanpa tujuan.
Empat kerangka sebab ini kalau dikaitkan dengan konsep kemenjadian dan kehancuran (generation and corruption) dalam pandangan Aristoteles atau konsep perubahan sesuatu sangat mendasar. Bahwa perubahan bagi Aristoteles adalah suatu gerak dari potensialitas ke aktulitas.
Potensialitas ke aktualitas itu begini: kalau
Anda punya sebongkah kayu. Maka kayu ini dapat diubah menjadi kursi. Kemampuan
kayu untuk bisa diubah menjadi kursi itulah potensialitas. Sementara aktualitas setelah kayu itu benar-benar
diubah menjadi kursi.
Agar ada
perubahan dari kayu menjadi kursi maka perlu sebab. Apa saja sebabnya?
yang tadi empat itu. Bentuk kuris, materi kayu, pembuat
kursi dan tujuan dibuat kursi. Proses perubahan dari potensialitas ke
aktualitas itu yang disebut enthechia.
Dari empat sebab
ini, Aristoles sudah bisa mengkritik habis para pemikir sebelumnya terutama
yang pra Sokrates:
Thales, Anaximandros, Anaximenes, Herakleitos, Anaxagoras, Empedokles hingga
Demokritos.
Para tokoh-tokoh ini yang menyebut bahwa
perubahan itu karena oleh anasir alam itu sendiri. Dalam hal ini air, udara,
api, tanah, spermata dan atom. Ini aneh menurut Aristoteles, bagaimana mungkin
materi itu menyebabkan dirinya berubah
menjadi beraneka ragam bentuk. Bagaimana mungkin kayu bisa bergerak dengan
sendirinya lalu menjadi kursi? Tidak masuk akal karena itu, kata
dia, pasti ada sesuatu di luar meteri itu yang membuatnya berubah.
Mempertanyakan ini berarti kita sudah bergeser ke sebab kedua yaitu sebab gerak? Apa itu sebab gerak? Bagaimana dengan pandangan Anaxagoras tentang Nous, Empedokles tentang benci dan cinta atau Parmenides yang melihat justru tak ada perubahan? Pythagoras yang melihat segalanya angka? Pertanyaan ini kita akan bahas di artikel selanjutnya.
Cara Menerbitkan Artikel di Mazhabkepanjen.com
*) Naskah dikirim ke email: mazhabkepanjen21@gmail.com
*) Redaksi berhak tidak menayangkan artikel yang tidak
sesuia dengan kaidah dan filosofi Mazhabkepanjen.com
0 Komentar